Keberatan dengan Kebijakan E-Retribusi, Ratusan Pedagang Pasar Trayeman Slawi Mengeluh

  Keberatan dengan Kebijakan E-Retribusi, Ratusan Pedagang Pasar Trayeman Slawi Mengeluh

MENGADU - Sejumlah pedagang Pasar Trayeman Slawi Kabupaten Tegal saat mengadu ke dinas soal kebijakan e-retribusi.-Yeri Noveli-Radartegal.disway.id

SLAWI, radartegal.id - Keberatan dengan kebijakan retribusi elektronik (e-retribusi) dari Pemkab Tegal, ratusan pedagang di Pasar Trayeman Slawi Kabupaten Tegal mengeluh. Terutama pada penerapan surat izin. 

Pasalnya, mereka wajib membuat surat izin dari dokter, RT/ RW atau kepala desa jika tidak berjualan di hari tertentu. 

"Kalau tidak ada surat izin, maka retribusi hari itu akan dijadikan tunggakan atau hutang," keluh Tri Amanto, salah satu pedagang ayam potong di Pasar Trayeman, saat dihubungi, Kamis, 8 Agustus 2024. 

Menurutnya, penerapan surat izin pedagang dalam kebijakan e-retribusi tersebut dinilai memberatkan.

BACA JUGA: Perang Lawan Sampah, Prajurit TNI dan Polri Bersih-bersih Pasar Trayeman Slawi

BACA JUGA: Pasar Trayeman Disidak, Petugas Temukan Kandungan Pewarna pada Kembang Pacar

"Surat izin saat tidak berjualan memang sangat berat, kaya anak sekolah saja," kata Tri.

Penerapan kebijakan surat izin saat tidak berdagang, dinilai memberatkan para pedagang. Sebab, jika saat sakit harus ada surat dokter, dan jika ada keperluan lainnya juga harus ada surat dari RT atau desa. 

Selain itu, pelaksanaan kebijakan e-retribusi juga belum berjalan maksimal. Pedagang yang awalnya disosialisasikan cara pembayaran secara elektronik, kenyataannya sampai saat ini masih manual. 

Menurutnya, pedagang di Pasar Trayeman tetap membayar retribusi menggunakan uang tunai. 

BACA JUGA: Pedagang Pasar Trayeman Usul Tempat Pemotongan Unggas

BACA JUGA: Pedagang Pasar Trayeman Tagih Kompensasi yang Dijanjikan Bupati Tegal

"Katanya akan dikasih kartu, tapi sampai saat ini tetep bayar tunai," bebernya. 

Tidak hanya itu, pedagang juga keberatan dengan adanya e-retribusi, karena dinilai lebih mahal. Biasanya, pedagang dulu hanya membayar Rp5.000 perhari, sekarang Rp9.500 perhari.

Sumber: