Sawo Tegalsari

Sawo Tegalsari

"Saya ada juga keturunan Tionghoa. Ayah saya Tionghoa asli Tiongkok. Tidak mau jadi WNI. Tetap memilih sebagai WNA. Sehingga saya ikut marga ibu," kata Reno Halsamer.

Untuk menelusuri joglo Tegalsari itulah Reno harus bertemu Anies Baswedan. Harus ke rumah Anies di Jakarta. Joglo itu telah menjadi rumah Anies. Sejak tahun 2012.

Pekan lalu Reno ke Jakarta. Bersama keluarga dari Tegalsari. Ia mengambil foto, video, dan membaca dokumen-dokumen joglo itu.

"Waktu kecil saya tidur di joglo ini," ujar anggota rombongan Reno dari Tegalsari.

Reno juga ngobrol panjang dengan Anies Baswedan. Berfoto bersama —sebagian dikirim ke saya.

"Pak Dahlan harus ke sana," tulisnya di WA.

"Punya alamatnya?" tanya saya.

"Nanti saya carikan. Rumahnya masuk gang sempit. Hanya cukup untuk satu mobil," katanya. "Kalau ada mobil dari arah lawan, salah satu harus kembali mundur," tambahnya. "Ini kok gubernur rumahnya di dalam gang sempit," ujar pendeta itu.

Saya pun diam-diam ingin ke joglo itu. Tapi tidak bisa siang hari. Hari itu saya banyak rapat. Sejak jam 6 pagi. Siangnya ada rapat CIMA. Saya baru saja diminta jadi chairman asosiasi management China Indonesia. Yakni untuk menggantikan Arief Harsono, yang Anda sudah tahu: pemilik PT Samator —produsen oksigen terbesar di Indonesia. Arief meninggal karena kekurangan oksigen enam bulan lalu. Akibat Covid. Sorenya saya masih ada janji bertemu KSAD Jenderal TNI Dudung Abdurachman. Jam 17.00-an baru bisa merdeka.

Untuk bertemu Jenderal Dudung, saya harus datang agak awal. Baru sekali ini saya ke Mabes Angkatan Darat. Kalau ke Mabes TNI-AU dan TNI-AL pernah —secara tidak langsung. Yakni ketika saya beberapa kali ke Mabes TNI di Cilangkap. Hanya Mabes TNI-AD yang tidak di Cilangkap.

Saya suka dengan penataan ruang KSAD ini. Termasuk penempatan empat bintang besar menggantung di antara meja tamu dengan meja kerja. Saya juga terkesan dengan penataan bendera-bendera pataka di sepanjang koridor menuju ruang kerja KSAD.

Di situ saya berpapasan dengan seorang habib yang saya kenal. Kami sama-sama kaget. Tidak menyangka bertemu di situ —ia yang tidak menyangka. Saya sudah tahu beliau: habib itu dekat sekali dengan Jenderal Dudung. Sangat dekat. Namanya: Habib Husin Baagil —keponakan Habib Jamal Baagil dari pesantren di Batu, Malang.

Kami pun saling pandang. Lama. Kok ketemu di situ —setelah lama tidak berjumpa.

"Bib, di mana ya kita ketemu terakhir?" tanya saya.

Ia berpikir agak lama.

Sumber: