Sawo Tegalsari

Sawo Tegalsari

Maka praktik belajar di Tegalsari pun ikut berubah.

Selama itu yang belajar di sana hanyalah anak-anak dari kampung setempat. Selesai pelajaran mereka pulang ke rumah masing-masing. Tidak perlu mondok.

Sejak para pangeran Solo mondok di Tegalsari, mulailah ada pondok. Tempat mondok. Kian terkenal. Tidak lagi hanya pangeran dari Solo, tapi juga dari Yogya. Bahkan juga anak-anak bangsawan lain dari luar keraton.

Gus Miftah —kiai muda yang bulan lalu mengajak Nikita Mirzani ke pondok Bina Insan Mulia Cirebon— adalah keturunan langsung Kasan Besari Tegalsari.

Mengapa di akhir perang Diponegoro banyak pengikut utamanya melarikan diri ke sekitar Ponorogo? Tentu terkait dengan Tegalsari. Mereka sudah mengenal ada pondok hebat yang akan melindungi mereka.

Apalagi Pangeran Diponegoro alumni Tegalsari. Sang pangeran dan pengikutnya, umumnya satu aliran: tarekat yang diajarkan Kasan Besari.

Pertanyaan yang belum terjawab adalah: apakah joglo Tegalsari itu rumah yang baru dibangun. Atau rumah lama di Solo yang dibongkar, dipindah ke Tegalsari.

Yang jelas, tidak ada joglo di mana pun yang konstruksinya menggunakan blandar gantung. Kecuali dari dan atas seizin Keraton Surakarta.

"Pak Dahlan harus ke rumah Pak Anies. Harus lihat sendiri. Itu jenis joglo seperti apa," ujar Reno de Topeng yang tinggal di Surabaya.

Saya mengenal Reno bukan saja sebagai aktivis gereja, juga sebagai salah satu pemuka masyarakat Tionghoa di Surabaya. Saya tidak pernah tahu nama aslinya. Tapi untuk kepentingan tulisan ini saya harus bertanya.

"Pak Reno bermarga apa?"

“Marga saya Halsamer," jawabnya.

"Mana ada marga Tionghoa Halsamer..." tukas saya.

"Saya ini Jawa Belanda," jawabnya. "Kakek saya Belanda, nenek saya Jawa," tambahnya.

"Kok selama ini saya mengenal Anda sebagai Tionghoa?"

Sumber: