Generasi Z dalam Bingkai Moderasi Beragama
PENULIS: Fitriyanto, MPd (Dosen Universitas Pancasakti Tegal) --
Moderasi beragama, adalah salah satu solusi untuk mengambil jalan tengah dari semua permasalahan keagamaan. Bukan berarti, dengan beragama jalan tengah berarti beragama setengah-setengah.
Hal tersebut sangat keliru! Secara bahasa, moderasi berasal dari kata latin moderatio yang memiliki makna yang sama dengan moderat. Moderat adalah sebuah kata sifat, turusan dari kata moderation yang artinya tidak berlebihan atau merupakan lawan kata dari ekstrem.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), moderasi adalah pengurangan kekerasan atau penghindaran keekstreman. Oleh karena itu, kata “moderasi” di gabungkan dengan “beragama” lalu menjadi “moderasi beragama” yang memiliki makna sikap mengurangi kekerasan dan keekstreman dalam menyikapi kehidupan beragama.
Apa pentingnya moderasi beragama bagi kehidupan bangsa? Sangat penting! Karena, Indonesia adalah negara dengan masyarakat yang religius dan majemuk.
Masyarakat Indonesia sangat lekat dengan agama, hal itu yang sudah tidak bisa dipungkiri lagi. Itulah mengapa kebebasan beragama juga dijamin oleh pemerintahan Indonesia sesuai Pasal 29 ayat 1 dan 2 UUD 1945.
Pemerintah sudah berusaha melakukan yang terbaik demi menjaga keragaman agama di Indonesia. Tugas kita, sebagai rakyat Indonesia adalah menjaga keseimbangan antara kebebasan beragama dengan komitmen kebangsaan untuk menumbuhkan sikap cinta tanah air.
Orang-orang pun bertanya-tanya, cara pandang, sikap dan praktik beragama seperti apa yang di anggap ekstrem? Menurut Prof. Dr. Oman Fathurrahman, ada tiga ukuran yang bisa menjadi patokan.
Pertama, dianggap ekstrem kalau atas nama agama seseorang melanggar nilai luhur dan harkat mulia kemanusiaan karena agama diturunkan untuk memuliakan manusia. Kedua, dianggap ekstrem kalau atas nama agama seseorang melanggar kesepakatan bersama yang bertujuan untuk kemashlahatan.
Yang terakhir adalah dianggap ekstrem kalau atas nama agama seseorang melanggar hukum dengan sengaja tanpa alasan yang jelas. Maka, jika seseorang menjalankan ketiga hal tersebut dengan mengatasnamakan agama,itu disebut dengan melewati batas.
Logikanya, kemuliaan agama itu tidak bisa di tegakkan dengan cara merendahkan harkat kemanusiaan. Nilai moral agama juga tidak bisa diwujudkan melalui cara yang bertentangan dengan tujuan kemashlahatan umum.
Begitu pula esensi agama tidak akan bisa diajarkan dengan melanggar ketentuan-ketentuan hukum yang sudah disepakati bersama sebagai panduan kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Langkah-langkah di atas perlu diinternalisasikan bagi Generasi Z di tengah derasnya pengaruh arus liberalisasi dan tindakan ekstrem yang mengatasnamakan agama. Internalisasi tersebut diharapkan dapat membangun Generasi Z yang memiliki sifat toleran antar umat beragama sehingga perbedaan menjadi sebuah anugerah yang di titipkan Tuhan bagi para pemeluknya.
Selain itu, dalam mendukung moderasi beragama ada 6 dosa besar yang harus dihindari oleh para Generasi Z (the six deadly sins in maintaining religious harmony):
1. Jangan berperilaku yang sebenarnya bertentangan dengan ajaran agama.
2. Jangan tidak perduli terhadap kesulitan orang lain walaupun berbeda agama dan keyakinan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: