Generasi Z dalam Bingkai Moderasi Beragama

Generasi Z dalam Bingkai Moderasi Beragama

PENULIS: Fitriyanto, MPd (Dosen Universitas Pancasakti Tegal) --

Indonesia adalah negara yang penduduknya majemuk dalam suku, adat, budaya, dan agama. Keberagaman budaya, bahasa dan agama di Indonesia adalah keniscayaan dan anugerah Tuhan yang Maha Kuasa.

Keberagaman yang ada telah menjadi simbol persatuan yang dikemas dalam Bhinneka Tunggal Ika. Kemajemukan dalam hal agama terjadi karena masuknya agama-agama besar ke Indonesia.

Data pemeluk agama di Indonesia menunjukkan bahwa Indonesia adalah bangsa yang beragama, di mana kehidupan beragama tidak dapat dipisahkan dari kehidupan bangsa Indonesia. Akan tetapi untuk menjaga keberagaman dan kemajemukan tidak mudah.

Sering sekali terjadi konflik internal antar umat beragama. Hal itu terjadi karena minimnya rasa toleransi antar umat beragama.

Padahal menghargai agama lain adalah suatu kewajiban yang harus dilakukan oleh rakyat Indonesiaa, untuk menjaga agar bangsa Indonesia tetap utuh dan harmonis. Belakangan ini, Indonesia kerap mengalami krisis toleransi.

Contoh yang sering terjadi seperti tidak menerima pembangunan rumah ibadah dan pembubaran paksa pelaksanaan ibadah. Perbedaan yang ada justru menimbulkan perpecahan.

Padahal, perbedaan itulah yang harusnya membuat Indonesia menjadi lebih indah dan berwarna. Agama mengajarkan kita tentang perdamaian dan anti kekerasan.

Damai dalam perbedaan, kemanusiaan milik kita bersama. Keragaman adalah wujud keramahan Tuhan, keramahan untuk alam semesta.

Selain krisis toleransi hal lain yang menyebabkan perpecahan adalah sering terjadinya gesekan sosial di masyarakat. Hal ini terjadi karena perbedaan cara pandang masalah keagamaan.

Tentu saja konflik ini sangat merusak kesejahteraan masyarakat dan merusak persatuan. Sebagai contoh ada umat beragama yang menghubungkan ajaran agama dengan ritual budaya lokal seperti sedekah laut, festival kebudayaan, atau ritual budaya lainnya, atau juga adanya perbedaan dalam jumlah rakaat dalam Sholat Tarawih.

Di sisi lain, banyak orang yang disibukkan dengan penolakan pembangunan tempat ibadah agama lain di beberapa daerah. Meski syarat dan ketentuan sudah terpenuhi, tetapi karena umat mayoritas tidak menghendaki dan menyebabkan perselisihan dan berakhir dengan pertikaian dan sengketa.

Perpecahan yang ada sebenarnya diawali dari tingkat masyakarat paling bawah misalnya menolak pemimpin dengan alasan berbeda agama ini terjadi mulai dari pemilihan ketua OSIS, RT, RW, camat, walikota hingga gubernur. Selain itu, ada juga orang yang sangat ingin mengganti dasar-dasar negara dengan mengatasnamakan agama.

Hal tersebut tidak benar, karena kita hidup di negara yang telah memiliki dasar negara yang penuh dengan keberagaman. Fakta-fakta ini yang inilah yang dihadapi sehari-hari. Oleh karena itu,  sangat mustahil untuk menyatukan cara pandang keagamaan di Indonesia, maka muncul pertanyaan: Bagaimana cara menyikapi hal tersebut?

Membungkamnya tentu bukanlah jawaban yang tepat karena itu berarti melawan kebebasan  beragama. Akan tetapi jika membiarkannya maka akan tak terkendali, pandangan yang sangat ekstrem dan dapat sangat membahayakan kesatuan dan persatuan akan menyebar dengan cepat.

Sumber: