6 Motif Batik Larangan Keraton Yogyakarta, Salah Satunya yang Digunakan Raja dan Putra Mahkota

6 Motif Batik Larangan Keraton Yogyakarta, Salah Satunya yang Digunakan Raja dan Putra Mahkota

BUDAYA_Motif Batik Larangan Keraton Yogyakarta--pinterest

Kawung ini merupakan pola dari geometris dengan bentuk oval atau elips yang membentuk layaknya lingkaran. Motif ini dikenal dalam budaya Jawa sebagai keblat papat lima pancer yang mana memiliki arti sumber tenaga alam atau empat penjuru mata angin.

3. Motif Parang

Kali ini ada motif batik larangan keraton Yogyakarta yaitu pada Motif Parang, pada masa Sri Sultan Hamengku Buwono VIII (1921-1939) menjadi batik larangan yang ditekankan sekali di Keraton Yogyakarta.

Motif Parang ini  banyak sekali jenis batiknya, tidak hanya satu atau dua, biasanya perbedaannya lebih pada ukuran dan penggunannya oleh siapa. Ada dua versi jika menggunakan motif ini, bahwa diyakini bisa berlipat kekuatannya.

BACA JUGA: Mitos Larangan Tidur Tengkurap Kaki Diangkat ke Atas Dianggap Kurang Sopan, Kok Bisa?

4. Motif Semen

Selanjutnya, motif batik larangan keraton Yogyakarta yang keempat ada Motif Semen yang memiliki kontasi dari "semi" atau "tumbuh". Kemudian, maknanya di antaranya kesuburan, kemakmuran, dan alam semesta, yang terdapat banyak gambar, mulai dari gunung, candi, sayap, dan naga.

5. Motif Cemukiran

Kelima, ada Motif Cemukiran yang hanya boleh dikenakan oleh raja dan putra mahkota tidak boleh dikenakan oleh orang lain. Motif batik larangan keraton Yogyakarta yang kelima ini berbentuk lidah api atau sinar.

Dilihat dari unsur Api, melambangkan kehidupan keberania, ambisi, dan kesaktian. Sedangkan sinar, diibiratkan pancaran matahari yang memiliki makna keagungan dan kehebatan.

6. Motif Udan Liris

Terakhir, ada motif batik larangan keraton Yogyakarta yaitu Udan Liris yang diartikan sebagai hujan yang gerimis atau rintik-rintik. Yang mana membawa kesuburan bagi tumbuhan dan ternak.

BACA JUGA: Konon Berdasarkan Kisah Nyata, Inilah Mitos Dunia yang Mengerikan Hingga saat Ini

Motif ini hanya digunakan oleh putra dari garwa ampeyan, wayah, canggah, buyut, dan pangeran Sentana dan Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Anom.

Kesimpulan

Sumber: