Joker, Buronan Kasus Cessie Bank Bali Sakit di Malaysia

Joker, Buronan Kasus Cessie Bank Bali Sakit di Malaysia

Sidang Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan buronan kasus cessie Bank Bali, Djoko S Tjandra alias Joe Chen alias Joker ditunda lagi, Senin (6/7). Sebab, Joker tak hadir dengan alasan sakit.

Majelis Hakim yang dipimpin Hakim Ketua Nazar Effriadi menunda sidang PK selama dua pekan. Sidang akan kembali digelar pada Senin (20/7).

Kuasa hukum Djoko Tjandra Andi Putra Kusuma usai sidang mengatakan, kliennya masih menjalani pengobatan di sebuah rumah sakit di Kuala Lumpur, Malaysia. Keterangan sakit pemohon dibuktikan dengan surat keterangan sakit yang telah dilampirkan kuasa hukum dalam sidang.

"Sakit apa tidak ada informasinya. Beliau (Djoko Tjandra) sakit, kita minta keterangannya supaya bisa dipertanggungjawabkan di persidangan, dan sudah diberikan kepada kami. Dan dalam surat keterangan itu juga tidak dijelaskan secara spesifik sakitnya," kata Andi, Senin (6/7).

Meski menjadi kuasa hukum dan memiliki surat keterangan sakit Joker, Andi mengaku tak mengetahui posisi di mana kliennya berada. Dia pun membantah jika dituduh menyembunyikan Joker sebagaimana dilaporkan oleh Tim Advokasi Komite Anti Korupsi Indonesia (KAKI).

"Pada dasarnya kita menghormati laporan KAKI, tapi kalau tuduhannya Pasal 221 melindungi dan menyembunyikan buronan, ada beberapa hal yang perlu saja klarifikasi," terangnya.

Dikatakanya, dirinya tak pernah menyembunyikan Joker. Sebab, tim kuasa hukum membawa kliennya ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk mendaftarkan permohonan PK. Menurut dia, pengadilan merupakan tempat umum yang bisa diakses semua orang. Bahkan semua orang bisa melihat dan bertemu satu dengan yang lainnya.

"Kalau menyembunyikan, kan banyak orang yang melihat di pengadilan negeri ini," katanya.

Poin kedua, diterangkan Andi, Joker sejak 2012 sudah tidak tercatat sebagai DPO (daftar pencarian orang). Hal tersebut berdasarkan keterangan dari Kementerian Hukum dan HAM. Status DPO baru kembali disematkan pada 27 Juni 2020, begitu juga dengan daftar merah pemberitahuan (red notice) Interpol dan pencekalan.


"Sebelumnya dari 2014 enggak ada (status). Karena permohonan jaksa kan dari berlaku enam bulan. Permohonan terakhir dari jaksa itu diajukan pada tanggal 29 Maret 2012," ungkapnya.

Poin ketiga, terkait pencegahan ke luar negeri dari Kejaksaan Agung hanya berlaku enam bulan. Artinya, enam bulan setelah tanggal tersebut tidak ada lagi pencegahan baik keluar ataupun masuk. 

Berdasarkan informasi dari Kemenkum HAM sejak 2012 sudah tidak ada lagi permintaan dari Kejaksaan Agung terkait permohonan pencegahan. Setelah itu, Menkumham menindaklanjuti dengan menghapus nama Djoko Tjandra dari sistem perlintasan pada Mei 2020.

"Artinya, kalau Pak Djoko masuk ke Indonesia tanggal 8 Juni tidak ada pencegahan. Jadi dari mana saya menyelundupkan sedangkan untuk bisa ke pengadilan ini kan baris depannya pemerintah banyak banget, ada imigrasi dari kepolisian itu semua dilewati sebelum sampai di sini," kata Andi.

Sementara, Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan Ridwan Ismawanta menegaskan Djoko Tjandra masih dalam DPO. Status DPO tetap berlaku, meski Djoko tidak lagi masuk daftar red notice sejak 2014.

Sumber: