Di Rumah Bupati Langkat Malah Ditemukan Kerangkeng Manusia, Diduga Terkait Perbudakan Modern

Di Rumah Bupati Langkat Malah Ditemukan Kerangkeng Manusia, Diduga Terkait Perbudakan Modern

Dugaan perbudakan modern yang diduga dilakukan Bupati Langkat nonaktif, Terbit Rencana Perangin Angin ditemukan Migrant Care. Dugaan itu mencuat setelah Migrant Care menemukan kerangkeng manusia di rumah Terbit.

"Berdasarkan laporan yang diterima Migrant Cara, di lahan belakang rumah Bupati tersebut, ditemukan ada kerangkeng manusia yang dipekerjakan di kebun kelapa sawitnya. Diduga mengalami eksploitasi dan diduga kuat merupakan praktek perbudakan modern," ujar Ketua Pusat Studi Migrasi Migrant Care, Anis Hidayah dalam keterangannya, Senin (24/1).

Terbit sendiri ditetapkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait proyek di Pemkab Langkat.

"Kasus suap yang menjerat Terbit ini membuka kota pandora atas dugaan kejahatan lain. Salah satunya, dugaan perbudakan modern terhadap pekerja perkebunan sawit," bebernya.

Anis menyatakan, pihaknya akan melaporkan temuan kerangkeng manusia dan dugaan perbudakan tersebut kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), hari ini.

"Atas laporan tersebut, Migrant Care akan membuat pengaduan ke Komnas HAM dan akan diterima oleh komisioner Komnas HAM Choirul Anam," beber Anis.

KPK menetapkan Terbit sebagai tersangka kasus suap pengadaan barang dan jasa. Selain Terbit, komisi antirasuah juga menetapkan saudara kandung Terbit, Iskandar PA, dan empat kontraktor, yakni Marcos Surya Abdi, Shuhanda Citra, Isfi Syahfitra, dan Muara Perangin-angin.

Atas perbuatannya, Terbit Rencana, Iskandar, Marcos, Shuhanda dan Isfi yang ditetapkan sebagai tersangka penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Sementara Muara selaku tersangka pemberi suap dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (okt/rm/zul)

Sumber: