Restrukturisasi Kredit UMKM Capai Rp369 triliun, NonUMKM Tembus Rp562 triliun

Restrukturisasi Kredit UMKM Capai Rp369 triliun, NonUMKM Tembus Rp562 triliun

Pemerintah melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memastikan POJK terkait perpanjangan restrukturisasi kredit hingga Maret 2022 akan keluar akhir November nanti.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana mengatakan, bahwa aturan itu sudah dalam tahap final dan akan dikeluarkan akhir November 2020. "Kami pastikan akhir bulan ini aturan POJK nya keluar," kata Heru di Jakarta, Sabtu (21/11) kemarin.

Dalam menerbitkan kebijakan perpanjangan restrukturisasi kredit hingga Maret 2022 ini, kata Heru, OJK telah meminta pendapat dari berbagai pihak. "Kami minta pendapat dari asosiasi, legal review supaya tidak ada kesalahan dalam membuat kebijakan," ujarnya

Menurut Heru, perpanjangan relaksasi restrukturisasi kredit diperlukan karena ekonomi belum pulih di tengah pandemi saat ini. Terlebih, kasus penularan virus corona masih terus meningkat.

"Tambahan-tambahan kasus penularan terjadi setiap hari. Ini tentu menjadi salah satu alasan kenapa kami mulai berpikir aturan relaksasi akan berakhir Maret 2021," terangnya.

OJK mencatat realisasi restrukturisasi kredit mencapai Rp932 triliun hingga 26 Oktober lalu. "Saya kira ini adalah restrukturisasi kredit paling besar sepanjang sejarah semenjak saya mengawasi bank sejak dari Bank Indonesia (BI) sampai OJK," ungkapnya.

Heru menjelaskan mayoritas restrukturisasi kredit diberikan untuk UMKM. Jumlahnya sebanyak 5 juta debitur. Sementara, OJK memberikan restrukturisasi kredit kepada 1,69 juta debitur non UMKM.

"Mayoritas debitur restrukturisasi merupakan UMKM, namun nilainya kecil hanya Rp369 triliun. Sementara, nilai kredit debitur non UMKM yang direstrukturisasi mencapai Rp562 triliun," sebutnya.

Selain itu, OJK juga mencatat, jika dihitung secara kuartalan pertumbuhan kredit pada pertengahan November 2020 minus 3 persen. Namun, penyaluran kredit jika dilihat secara bulanan sudah mulai menanjak pada pertengahan November 2020.

"Kalau posisi year to date posisi Oktober bahkan pertengahan November masih terkontraksi sekitar 3 persen, ini kuartal ke kuartal. Tapi kalau bulan ke bulan ada secercah harapan, mulai menggeliat," tuturnya.

Namun menurut Heru, penyaluran kredit ini akan bergantung dengan permintaan masyarakat. Artinya, jika dana di perbankan sudah siap tapi tidak ada pengajuan kredit, maka akan percuma.

"Harapan kami ada pertumbuhan kredit. Tapi memang demand is the king," imbuhnya.

Di sisi lain, Heru juga mengingatkan perbankan untuk mulai membentuk cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) sebagai antisipasi lonjakan kredit bermasalah usai kebijakan restrukturisasi kredit selesai pada Maret 2022 mendatang. Sebab, ketika perbankan melakukan restrukturisasi kredit, hal itu akan dianggap sebagai kredit lancar.

"Perusahaan harus siap-siap untuk kemungkinan yang terburuk. Memang kami memandang dengan kebijakan restrukturisasi ini tidak perlu bentuk CKPN karena hasil kredit yang direstrukturisasi dianggap lancar. Tapi kami memandang pembentukan CKPN jangan business as usual, jangan terlena," tuturnya.

Sumber: