BACA JUGA: UAS Dibela Tokoh Tionghoa, Lieus Sungkharisma: Ini Bukan Urusan Agama, Tapi Harga Diri NKRI
BACA JUGA: Logonya Dipakai Menyelenggarakan Muktamar, Persaudaraan Islam Tionghoa Indonesia Protes
Asimilasi Paksa di Era Orde Baru
Pada pemerintahan Orde Baru, orang-orang Tionghoa di Indonesia digunakan untuk kepentingan ekonomi dan alat kekuasaan Presiden Soeharto. Beberapa taipan seperti Liem Sioe Liong atau Sudono Salim, pemilik Salim Group, dan Lim Bian Kie atau Sofyan Wanandi, pemilik Santini Group, adalah contoh dari mereka yang dekat dengan kekuasaan.
Namun, di sisi lain, Soeharto tetap memelihara konflik antara warga pribumi dan Tionghoa untuk melanggengkan kekuasaannya. Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967 melarang orang Tionghoa di Indonesia untuk melakukan upacara keagamaan, kepercayaan, dan adat istiadat di ruang terbuka. Pada masa Orde Baru, agama Khonghucu juga dihapuskan dari daftar agama resmi yang diakui negara.
Surat Edaran Nomor 6/Pres.Kab./1967 mengganti istilah Tionghoa menjadi Cina dan diikuti dengan Keputusan Presiden Nomor 240 Tahun 1967 mengenai kebijakan pokok yang menyangkut warga negara di Indonesia keturunan asing.
BACA JUGA: Sindir Habib Kribo, Tokoh Tionghoa: Lah EnteUdah Bikin Apa, Saya Nggak Pernah Denger
BACA JUGA: Ade Armando Kena Semprot Tokoh Tionghoa: Kita Lihatnya Itu Ngilu, Pak
Perubahan Nama dan Identitas
Orang-orang Tionghoa di Indonesia yang masih menggunakan nama-nama Cina mengalami kesulitan dalam mengurus administrasi, seperti akta kelahiran, pernikahan, KTP, paspor, jual beli tanah, dan lain-lain.
Oleh karena itu, mereka terpaksa mengganti nama dengan nama-nama Indonesia yang kebanyakan bercorak etnis Jawa. Berikut adalah beberapa marga Tionghoa di Indonesia yang diubah menjadi nama Indonesia dan tidak asing di telinga kita:
- Tan menjadi Tanusudibyo
- Lim menjadi Salim
- Wong menjadi Atmajaya
Dampak Jangka Panjang
Asimilasi paksa ala Orde Baru ini tidak berhasil mengubah cara pandang masyarakat pribumi terhadap warga Tionghoa. Contohnya adalah peristiwa Mei 1998, di mana orang-orang Tionghoa di Indonesia menjadi korban amuk massa.
Perempuan-perempuan Tionghoa diperkosa secara massal dan harta benda mereka diambil paksa. Peristiwa ini juga tidak terlepas dari isu kesenjangan ekonomi antara warga pribumi dan Tionghoa yang disebarkan oleh Orde Baru.