Upacara tersebut diikuti dengan saptapadi, yakni mempelai mengelilingi api suci sebanyak 7 kali.
Karena itu, candi-candi kecil di Candi Mantup diduga bukan bangunan ibadah yang lengkap, tetapi sekedar tempat meletakkan arca dan menyalakan api suci.
BACA JUGA:Konon Air Keabadian Para Dewa, Inilah 4 Mitos Sakralnya Petirtaan Jolotundo
3. Dekat dengan Situs Petirtaan Payak
Selain jaraknya yang berdekatan, bahan bangunannya pun sama, yakni batu putih. Bahkan, karena kesamaan corak keagamaan juga, Situs Mantup diduga sezaman dengan Situs Payak.
Situs petirtaan klasik ini ditemukan lebih awal dari Mantup, yakni pada 1970. Berbeda dengan Petirtaan Cabean Kunti yang masih berfungsi hingga sekarang, Situs Payak justru sudah kering kerontang.
Dari profilnya, petirtaan ini sepertinya berasal dari masa Medang atau Mataram Kuno, sekitar abad ke-9 M. Karena tidak terlihat adanya jaladwara alias saluran air, petirtaan ini diduga sebagai kolam celup, bukan pancur.
Sumber airnya memancar dari lubang-lubang di dasar kolam. Di Situs Payak, ditemukan peripih berisi lempengan emas dan perak.
Menariknya, ada 17 lubang di wadah peripihnya, diduga melambangkan vastu purusha mandala atau konfigurasi dewa-dewa Brahmanasthana di pusatnya, yang menjadi dasar arsitektur Hindu.
Adanya arca dewa dan berbagai penemuan gerabah di sini memberikan gambaran bahwa dulunya petirtaan ini adalah tempat pengambilan air suci.
Demikian, informasi mengenai Candi Mantup sebagai sebuah altar pernikahan para dewa dalam agama Hindu. Semoga bermanfaat bagi Anda yang ingin tahu tentang fakta unik candi-candi di Indonesia, tepatnya di tanah Jawa.***