Terjadinya pergeseran makna bajingan
Sepenggal tulisan dalam buku Max Havelaar karangan Multatuli yang terbit tahun 1860 diduga mengindikasi penggunaan bajingan sebagai bentuk umpatan. Dalam tulisannya, kata tersebut merujuk pada seorang pengecut.
Puncak pergeseran makna tersebut terlihat jelas ketika para calon penumpang kerap melontarkan keluhannya seperti "bajingan kok suwe tekone" atau "bajingan kok lama datangnya" karena sangat lambat dalam menjemputnya. Sejak saat itu, istilah bajingan berubah menjadi kata umpatan atau makian.
Penempatan kata bajingan dalam kehidupan sehari-hari kini telah menjadi tabu dan cenderung negatif. Meskipun tidak dapat dipungkiri, istilah bajingan juga sudah semakin jarang digunakan di luar wilayah Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur.
Demikian, informasi mengenai asal usul kata umpatan bajingan yang seringkali didengar di manapun, terutama di Pulau Jawa. Semoga bermanfaat bagi Anda yang ingin mengenal lebih dalam tentang pergeseran makna dari kosakata bahasa Indonesia.***