10 Tradisi Masyarakat Indonesia Jelang Bulan Ramadhan, Makan Telur Ikan Salah Satunya
--
Makanan ciri khas tradisi Megangan yaitu kue apem. Nama apem berasal dari kata bahasa Arab yakni afwan, yang berarti maaf atau ampunan sebagai simbol permohonan ampun kepada Tuhan Yang Maha Esa.
5. Mohibada, Gorontalo
Masyarakat gorontalo juga mempunyai tradisi unik yaitu Mohibada. Mohibada merupakan tradisi menghaluskan rempah-rempah dan dibalurkan ke wajah. Mohibada dilakukan untuk menjaga kondisi kulit karena biasanya saat puasa, kulit terasa kering apalagi cuaca Gorontalo sangat panas.
6. Nyadran, Jawa Tengah
Tradisi ini sering dilakukan oleh masyarakat Jawa Tengah. Nyadran atau sadranan dilakukan jelang Bulan Ramadhan untuk berkunjung ke makam orang tua atau saudara yang sudah meninggal.
BACA JUGA: Tradisi Nyadran, Cara Masyarakat di Jawa Sambut Kedatangan Ramadhan
7. Meugang, Aceh
Masyarakat aceh melakukan tradisi Meugang dengan membeli daging sapi lalu memasaknya dan di makan bersama-sama. Tak jarang juga, masyarakat Aceh juga membagikan masakan itu kepada orang yang tidak mampu serta anak yatim di sekitar domisili.
8. Padusan, Jawa Tengah dan Yogyakarta
Memasuki Bulan Ramadhan, seluruh umat muslim bukan hanya melakukan persiapan fisik, melainkan juga persiapan batin. Salah satu tradisi persiapan batin jelang Bulan Ramadhan yaitu Padusan.
Tradisi ini sering dilakukan oleh masyarakat Jawa Tengah dan Yogyakarta. Padusan berasal dari kata adus yang berarti mandi. Tujuannya adalah menyucikan diri, membersihkan jiwa, dan raga, sehingga saat Ramadhan datang dapat menjalani ibadah dalam keadaan suci.
9. Kuramasan, Jawa Barat
Tradisi masyarakat indonesia menjelang bulan Ramadhan selanjutnya berasal dari Jawa Barat. Tradisi ini biasa dilakukan oleh masyarakat yang berada di Kampung Adat, Miduana, Cianjur, Jawa Barat. Kuramasan adalah kegiatan mandi yang dilakukan oleh warga secara individu maupun kelompok.
10. Dugderan, Semarang
Tradisi masyarakat indonesia menjelang bulan Ramadhan terakhir yang perlu diketahui yaitu Dugderan. Upacara ini merupakan perpaduan tiga etnis yang mendominasi masyarakat di Kota Semarang yakni Jawa, Tionghoa, dan Arab. Nama Dugderan diambil dari suara bedug yang di tabuh, yaitu 'dug' dan 'der'. Maksudnya adalah suara bedug tanda bahwa Bulan Ramadhan akan tiba.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: