Tradisi Popokan Lempar Lumpur di Semarang, Memiliki Arti Ungkapkan Rasa Syukur

Tradisi Popokan Lempar Lumpur di Semarang, Memiliki Arti Ungkapkan Rasa Syukur

Pemandangan tradisi popokan lempar lumpur di Semarang--

RADAR TEGAL- Tahukah Anda bahwa ada tradisi popokan lempar lumpur di Semarang. Tepatnya berada di Desa Sendang Kecamatan Bringin yang masih dilakukan hingga sekarang.

 

Tradisi popokan lempar lumpur sangat dinanti masyarakat setiap tahunnya dan diperingati setiap bulan Agustus, tepatnya pada hari Jumat Kliwon. Tradisi saling lempar lumpur ini memiliki makna yakni ungkapan rasa syukur dari hasil panen melimpah, karena masyarakat disana yang kebanyakan bekerja sebagai petani.

 

Tradisi Popokan lempar lumpur juga menjadi simbol pembersihan diri atau bisa diartikan menghilangkan keburukan. Yang paling menarik dari tradisi ini yaitu masyarakat ramai- ramai pergi ke sawah dan saling lempar lumpur.

 

Selama melakukan tradisi lempar lumpur satu sama lain warga dilarang emosi atau marah jika seluruh badan terkena serangan dari warga lainnya. Karena menurut orang zaman dulu orang yang terkena lemparan lumpur akan mendapatkan berkah.

BACA JUGA:Kulineran Sambil Nostalgia di Pasar Papringan di Temanggung, Bayarnya Pakai Uang Bambu

Selanjutnya, para bapak- bapak membawa ambeng atau nasi yang berbentuk tumpeng untuk acara selamatan yang dilaksanakan di rumah pemuka agama. Lalu nasi tumpeng itu diletakkan di tengah- tengah lalu dibacakan sebuah doa.

 

Seusai didoakan semua warga makan nasi tumpeng secara bersamaan, lalu dilaksanakan sajian kesenian mewarnai kirab.

 

Lalu para warga desa nasi tumpeng tersebut diarak bersama- sama.Selama arak- arakan berlangsung para warga menggunakan pakaian unik dan menunjukkan kreativitas masing- masing. 

 

Yang bikin menarik selama arak- arakan tersebut yakni adanya boneka harimau yang didalamnya manusia. Boneka harimau tersebut memiliki makna dari tradisi popokan lempar lumpur tersebut.

 

Setelah selesai pada warga melangsungkan arak- arakan lalu sesampainya di balai desa nasi tumpeng tersebut akan dibacakan doa lagi oleh pemuka agama. Usai di doakan para warga akan berebut satu sama lain untuk menikmati nasi tumpeng.

BACA JUGA:Langka, Pasar Wulandoni Masih Pakai Sistem Barter dan Eksis hingga Sekarang

Popokan atau perang lempar lumpur ini dilakukan di puncak akhir acara yang dimana sebelumnya dilangsungkan kirab berdoa dan arak- arakan membawa nasi tumpeng dan memakannya bersama-sama. Tentu saja acara ini sangat meriah dihadiri mulai dari anak- anak, orang dewasa hingga lanjut usia.

 

Sejarah Tradisi Popokan Lempar Lumpur

 

Pada zaman dahulu, Desa Sendang didatangi seekor harimau yang mengancam keselamatan para warga maupun para ternak mereka. Orang- orang telah melakukan berbagai cara untuk mengusir hewan buas tersebut, namun tidak ada hasil alias nihil.

 

Pada suatu hari seorang pemuka agama menyarankan untuk tidak melakukan kekerasan saat mengusir harimau. Akhirnya para warga mengusir harimau dengan cara melempari campuran bekatul dan lumpur sawah, akhirnya dengan cara tersebut berhasil.

 

Sejak saat itu lah terbentuknya tradisi popokan lempar lumpur yang bertujuan untuk menolak bala atau kejahatan dan bermakna bersyukurnya kepada Tuhan atas keselamatan para warga.

 

Tradisi popokan lempar lumpur ini terdapat empat bagian ritual penting yang digelar masyarakat dalam dua hari. Sehari sebelum dilangsungkan tradisi popokan, para lelaki dewasa akan membersihkan sumber mata air atau sendang yang dianggap sebagai sumber kehidupan masyarakat.

BACA JUGA:Upacara Adat Kebo-keboan Banyuwangi, Tradisi Unik agar Warga untuk Tolak Bala

Para masyarakat disana percaya bahwa sumber air tersebut dapat memberikan keberkahan dan menjauhkan mereka dari segala penyakit.

 

Acara kedua yakni membuat tumpeng seperti gunungan yang berisi lauk pauk dan tumpeng tersebut didoakan lalu diarak- arak bersama warga. Dan yang terakhir melakukan ritual popokan lempar lumpur dimulai, jika terdengar suara sirine itu tanda acaranya telah selesai.

 

Nah boneka harimau yang diarak bersama nasi tumpeng itu memiliki makna sejarah awal mula adanya tradisi popokan lempar lumpur di Desa Sendang, Semarang.

 

Demikian artikel yang kami rangkum tentang tradisi popokan lempar lumpur di Semarang.(*)

Sumber: