Upacara Adat Kebo-keboan Banyuwangi, Tradisi Unik agar Warga untuk Tolak Bala

Upacara Adat Kebo-keboan Banyuwangi, Tradisi Unik agar Warga untuk Tolak Bala

Upacara Adat Kebo-keboan Banyuwangi--

RADAR TEGAL - Artikel ini akan membahas tentang upacara adat kebo-keboan Banyuwangi yang menjadi tradisi unik disana. Tradisi ini terbilang cukup unik karena tidak ada di daerah lain.

Upacara adat kebo-keboan Banyuwangi merupakan salah satu tradisi suku Osing yang ada di Jawa Timur. Tradisi ini dilakukan setiap tanggal 10 Suro di penanggalan Jawa.

Tradisi upacara adat kebo-keboan Banyuwangi ini digelar sebagai penolak bala sekaligus sebagai wujud syukur. Ritual ini merupakan tanda rasa syukur yang dilakukan warga atas rezeki dan panen yang didapatkan.

Namun, ada yang menarik disini karena tradisi upacara adat kebo-keboan Banyuwangi ini hanya dilakukan di dua desa. Jadi, ritual ini memang hanya dilaksanakan di dua desa saja yaitu Desa Aliyan dan Desa Alasmalang.

BACA JUGA:5 Nama Desa Unik dan Lucu di Indonesia yang Bikin Ketawa, Ada yang Berkaitan dengan Dukun

Tradisi upacara adat kebo-keboan Banyuwangi

Tradisi unik ini membuat sekelompok orang berdandan seperti kerbau dengan kostum yang terbuat dari jerami, daun pisang, dan kulit kayu. Nantinya mereka akan berlari-lari di sekitar desa dan mengeluarkan suara menakutkan.

Mereka juga bisa mengejar hingga menyerang orang-orang yang ada di sekitar mereka, terutama perempuan dan anak-anak. Tradisi ini memiliki makna yang mendalam untuk masyarakat Banyuwangi.

Di Banyuwangi terdapat dua upacara yang sejenis dan memiliki sejumlah perbedaan. Dari dua desa yang melaksanakan tradisi ini, terdapat beberapa perbedaan yang membuatnya semakin unik.

Tradisi ini diawali dengan mewabahnya penyakit yang dirasakan manusia dan tanaman di Desa Alasmalang. Tidak diketahui pasti apa penyakit yang menyerang warga desa tersebut.

BACA JUGA:Mengenal Waruga, Tradisi Unik Pemakaman Suku Minahasa yang Menggunakan Batu untuk Menguburkan Jenazah

Penyakit tersebut membuat warga mengalami kelaparan hingga meninggal dunia. Hingga akhirnya sesepuh desa tersebut pergi ke bukit dan melaksanakan semedi.

Ia memohon diberikan petunjuk dan kesembuhan dari penyakit yang menimpa warganya. Dari semedi tersebut, ia mendapatkan wangsit untuk warga Desa Alasmalang melakukan ritual adat keselamatan.

Wangsit tersebut mengarahkan untuk selamatan digelar dengan ritual kebo-keboan serta mengagungkan Dewi Sri sebagai simbol kemakmuran dan keselamatan. Wangsit yang didapatkan akhirnya dilaksanakan semua warga desa.

Sumber: