Cara Hidupnya Masih Seperti Zaman Pra-Majapahit, Kenalan dengan Desa Tenganan Bali

Cara Hidupnya Masih Seperti Zaman Pra-Majapahit, Kenalan dengan Desa Tenganan Bali

Desa kuno - Desa Tenganan Bali-bebalitour.com-bebalitour.com

RADARTEGAL.DISWAY -  Di zaman modern seperti saat ini ternyata masih ada tempat yang menjalankan cara hidup seperti masa kerajaan pra-Hindu. Salah satunya terletak di Desa Tenganan Pegringsingan.

Sebuah desa tradisional yang berlokasi di Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem sebelah timur Pulau Bali ini menjadi salah satu destinasi wisata lokal dan mancanegara.

Desa Tenganan termasuk ke dalam salah satu desa Bali Aga, yakni desa yang masih mempertahankan cara hidup dengan tata masyarakat sesuai dengan aturan tradisional adat desa peninggalan nenek moyang.

Ciri-ciri dari desa Bali Aga nampak pada bentuk bangunan, pekarangan, aturan letak bangunan, hingga letak pura yang keseluruhannya adalah aturan adat turun-temurun.

BACA JUGA:UMR Jakarta Lewat, Ini Desa Sultan di Indonesia yang Pendapatannya Fantastis

Suasana di Desa Tradisional Tenganan Bali

Saat memasuki wilayah desa ini, kamu akan menjumpai nuansa desa tradisional yang khas. Di bagian paling depan terdapat tempat loket tiket bagi wisatawan yang ingin berkunjung.

Selanjutnya kamu akan menemukan pengrajin naskah lontar yang masih menggunakan aksara Bali kuno atau huruf sansekerta. Kamu dapat membeli naskah tersebut sebagai oleh-oleh cinderamata.

Semakin masuk ke dalam, suasana khas desa zaman pra-Hindu sangat terasa di sini. Mulai dari bangunan pura, rumah penduduk, tata letak bangunan, hingga materialnya.

Rumah adat Tenganan terbuat dari campuran batu merah, batu sungai, dan tanah. Sedangkan atap rumahnya terbuat dari daun rumpi yang ditumpuk.

Setiap rumah adat di sana berukuran relatif sama dengan ciri khas pintu masuk yang ukurannya hanya selebar satu orang dewasa. Ciri khas lainnya adalah pintu bagian atas menyatu dengan atap rumah.

Kehidupan Keseharian

Masyarakat Desa Tenganan hidup dalam aturan hukum adat bernama awig-awig. Hukum tersebut telah ada sejak abad ke-11 dan mengalami pembaruan di tahun 1842.

Keunikan dari Desa Tenganan adalah hanya dihuni oleh penduduk asli setempat. Hal itu terjadi akibat dari sistem parental yang diterapkan dalam sistem pernikahan masyarakat setempat.

Konsep sistem parental merujuk di mana perempuan dan laki-laki memiliki derajat yang sama dan berhak menjadi ahli waris. Di samping itu, penduduk setempat juga menganut sisten endogami, yakni aturan mengharuskan pernikahan dengan sesama warga desa Tenganan.

Jika terdapat penduduk desa yang melanggar aturan tersebut, maka harus keluar dari desa dan tidak bisa lagi menjadi krama (warga desa). Aturan lain yang masih dipakai adalah larangan untuk menjual tanah kepada orang luar selain penduduk setempat.

BACA JUGA:10 Nama Desa di Kabupaten Tegal Ini Sangat Unik, Contohnya Tembok

Mata Pencaharian Penduduk Setempat

Terkenal dengan Desa Bali Aga yang saat ini menjadi destinasi budaya, penduduk setempat biasanya memiliki pekerjaan sebagai pengrajin maupun petani padi. Berbagai kerajinan yang dibuat seperti anyaman bambu, patung, ukiran, dan lukisan di daun lontar.

Desa Tenganan juga terkenal dengan keahlian penduduknya dalam menenun kain grinsing. Grinsing merupakan teknik pengerjaan kain dengan dobel ikat dan menjadi satu-satunya di Indonesia. Hal inilah yang menjadikan kain grinsing sangat istimewa dan terkenal sampai mancanegara.

Daya tarik Desa Tenganan

Pola hidup yang masih autentik tak tergilas zaman, membuat Desa Tenganan memiliki pesona dan daya tarik tersendiri. Salah satunya adalah tradisi perang pandan yang disebut sebagai mekare-kare.

Mekare-kare adalah bagian puncak rangkaian upacara Ngusaba Sambah yang biasanya terlaksana setiap Juni dan berlangsung selama sebulan penuh. Tradisi perang pandan ini akan diadakan sebanyak 2-4 kali dalam sebulan.

Masyarakat setempat saat prosesi Mekare-kare akan menyiapkan sesajen sebagai persembahan kepada leluhur. Penduduk yang berpartisipasi dalam kegiatan ini adalah para lelaki, mulai dari anak-anak sampai orang tua.

Memakai Daun Pandan sebagai “Senjata”

Daun pandan menjadi alat yang dipakai dalam tradisi mekare-kare. Daun dipotong sepanjang 30 cm dan berfungsi sebagai senjata untuk menyerang lawan dan digunakan sebagai tameng bertahan dari serangan saat menggeret duri pandan.

Orang yang mendapatkan luka dari geretan daun pandan akan diobati dengan beluran penawar alami yang telah disiapkan. Penawar ini terbuat dari ramuan umbi-umbian, seperti laos, kunyit, dan lainnya.

Tradisi mekare-kare diiringi dengan tabuhan khas, yaitu gamelan selonding. Makna dari tradisi ini juga mirip dengan upacara Tabuh Rah yang sering dilaksanakan oleh umat Hindu di Bali.

BACA JUGA: Sudah Pernah Dengar Desa Wae Rebo? Ternyata Ini Asal-Usul dan Keindahannya

Tarif Jalan-jalan ke Desa Tenganan

Untuk berwisata ke desa kuno ini cukup membayar Rp20 ribu dan tersedia paket tour keliling desa Rp250 ribu. Fasilitas yang bisa kamu nikmati adalah berkeliling area permukiman warga sambil mendapat penjelasan tentang konsep, filosofi, dan penataan bangunan tradisional.  

Kamu juga akan diajak untuk membuat kerajinan tenun, menulis dengan alas daun lontar, mencoba pakaian tradisional sekaligus berfoto. Tidak hanya itu, wisatawan juga disajikan hidangan makan siang yang terbuat dari bahan-bahan lokal yang lezat.

Melalui paket tour, wisatawan dapat merasakan pengalaman trekking di area persawahan desa dan menyaksikan cara mengolah pertanian secara tradisional. Kamu juga akan belajar banyak terkait hukum adat Desa Tenganan. ***

Sumber: chanel youtube jooupdate - unik di bali! desa tenganan bali