Dispensasi Kawin Anak di Bawah Umur Ibarat Pintu Darurat, Bupati Umi: Seharusnya Tidak Perlu
TANDA TANGAN- Bupati Tegal Umi Azizah (ketiga dari kiri) saat menyaksikan penandatanganan dokumen perjanjian rencana kerja antara pihaknya dan sejumlah instansi vertikal Kabupaten Tegal dengan Kantor Pengadilan Agama Slawi, Kamis (14/07).-Humas Pemkab Tegal-
SLAWI– Pemberian dispensasi perkawinan pada anak di bawah umur hanyalah pintu darurat yang meski tersedia, seharusnya tidak perlu digunakan.
Pernyataan ini disampaikan Bupati Tegal Umi Azizah saat menyaksikan penandatanganan dokumen perjanjian rencana kerja antara pihaknya dan sejumlah instansi vertikal Kabupaten Tegal dengan Kantor Pengadilan Agama Slawi, Kamis (14/07) siang.
Bertempat di Aula Kantor Pengadilan Slawi, Umi menuturkan, pengendalian perkawinan anak ini bukan perkara mudah.
Harus ada ikhtiar serius dari pemerintah dalam mengagendakan langkah-langkah strategis pencegahan kawin anak dari hulu ke hilir.
Di hulu, pemerintah dalam upayanya mencegah perkawinan anak telah menerbitkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dengan merevisi usia minimal perkawinan dari 16 tahun bagi perempuan menjadi 19 tahun.
Umi pun mengingatkan, perkawinan anak berdampak dari mulai pendidikan yang terhenti, kesehatan reproduksi yang terganggu karena risiko kematian ibu dan bayinya meningkat, termasuk balita stunting, hingga ke persoalan ekonomi akibat upah murah dari tenaga kerja berpendidikan rendah.
Kondisi tersebut menurutnya akan memengaruhi indeks pembangunan manusia dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.
“Sehingga pengadilan agama sebagai lembaga peradilan agama tingkat pertama memiliki peran penting di sektor hilir dalam memutuskan perkara perkawinan anak, dari soal perizinan, dispensasi kawin, pencegahan perkawinan maupun penolakan perkawinan,” kata Umi.
Meski demikian, regulasi saja menurutnya tidak cukup untuk mengendalikan perkawinan anak.
Teratasinya problem kemiskinan dan tersedianya informasi yang memadai tentang kesehatan reproduksi di kalangan remaja bisa menjadi solusi pencegahan di sektor hulu, di samping penguatan dari sisi pemahaman agama yang baik untuk mencegah perkawinan anak akibat hamil di luar nikah.
“Saya memandang perkawinan anak ini lebih membutuhkan solusi lain di luar sektor hukum, dan ini memerlukan upaya bersama semua pihak,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Kantor Pengadilan Agama Slawi Abdul Basyir mengungkapkan, data pengajuan dispensasi kawin untuk anak di bawah umur tahun 2022 hingga Kamis (14/07) sudah mencapai 148 orang.
Sedangkan untuk kasus perceraian talak, pihaknya mencatat ada 460 kasus dan cerai gugat 1.722 kasus.
Sehingga jika ditambah perkara lain-lain, maka Kantor Pengadilan Agama Slawi sudah menangani perkara sebanyak 2.385 kasus di tahun ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: radartegal.com