Wali Kota Bekasi Nonaktif Rahmat Effendi Diduga Tarifi Anak Buahnya Jika Mau Jadi Pejabat

Wali Kota Bekasi Nonaktif Rahmat Effendi Diduga Tarifi Anak Buahnya Jika Mau Jadi Pejabat

Wali Kota Bekasi nonaktif, Rahmat Effendi alias Pepen diduga menetapkan tarif tertentu kepada anak buahnya yang dipromosikan sebagai pejabat di Pemkot Bekasi.

Dugaan penetapan standar pemberian sejumlah uang itu, kini tengah diusut tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ini sedang ditelusuri lembaga antirasuah itu dengan memeriksa sejumlah pejabat di Pemkot Bekasi, Jumat (11/2).

Mereka yang diperiksa adalah Kepala Dinas Pendidikan Kota Bekasi Inayatullah, Lurah Sepanjang Jaya Junaedi, dan Staf Bidang Pendidikan SD pada Dinas Pendidikan Kota Bekasi Rudi.

"Antara lain terkait dugaan adanya patokan standar pemberian sejumlah uang untuk mendapatkan rekomendasi dari tersangka RE (Rahmat Effendi). Salah satunya adalah promosi menduduki jabatan tertentu di Pemkot Bekasi," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri, Jumat (11/2), melalui pesan singkatnya.

Keterangan para saksi yang diperiksa akan dituangkan dalam berita acara pemeriksaan (BAP) untuk melengkapi berkas pemeriksaan Rahmat Effendi.

KPK menetapkan Rahmat Effendi dan delapan orang lainnya sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait proyek dan jual beli jabatan di lingkungan Pemkot Bekasi.

Penetapan tersangka terhadap sembilan orang ini dilakukan KPK setelah memeriksa intensif 14 orang yang diciduk dalam operasi tangkap tangan (OTT), Rabu (5/1) silam.

Rahmat, bersama Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan PTSP M Bunyamin, Lurah Kati Sari Mulyadi alias Bayong, Camat Jatisampurna Wahyudin, dan Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman, dan Pertahanan Kota Bekasi Jumhana Lutfi ditetapkan sebagai penerima suap.

Sementara sebagai pemberi suap adalah Direktur PT MAM Energindo Ali Amril, swasta Lai Bui Min alias Anen, Direktur PT Kota Bintang Rayatri (KBR) dan PT Hanaveri Sentosa (HS) Suryadi, dan Camat Rawalumbu Makhfud Saifuddin.

Para pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Sementara itu, para penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan pasal 12 huruf f serta Pasal 12B UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. (okt/rm/zul)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: