Klub 1 Triliun
Tentu penting sekali. Apalagi Indonesia ingin memperjuangkan kepahlawanan di bidang pengurangan emisi. Sampai-sampai begitu tinggi komitmen Indonesia di bidang itu. Padahal untuk mencapainya benar-benar perlu kerja gila. Harus ada roket baru untuk mencapai angka fantastis itu.
Karena itu KTT G20 di Bali nanti begitu pentingnya. Apalagi kalau Indonesia bisa membuktikan targetnya.
Hampir saja Summit G20 kehilangan relevansi. Tahun 2018 KTT itu di-torpedo oleh Presiden Donald Trump.
Trump begitu meremehkan forum G20. Summit di Argentina itu benar-benar tenggelam oleh pertemuan dua seteru: Donald Trump dan Presiden Tiongkok Xi Jinping.
Suasana Summit tahun berikutnya pun, di Osaka, masih serba tidak enak. Trump memang masih mau hadir, tapi ia bikin panggung sendiri di Osaka. Ia umumkan rencana pertemuannya yang mengejutkan dengan pemimpin Korea Utara Kim Jong-Un. Ia tingkatkan perang dagang dengan Tiongkok. Ia perkuat sikapnya keluar dari perjanjian Paris.
G20 di Osaka juga 'kacau oleh kehadiran Pangeran Mohamad Bin Salman. Yang waktu itu lagi ramai dianggap terlibat pembunuhan wartawan Gamal Kashogi di Istanbul.
Padahal salah satu fokus utama G20 adalah perubahan iklim. Di situlah Indonesia menjadi penting. Sebagai pemilik lahan hijau yang menjadi paru-paru terbesar dunia.
"Dunia semakin mengakui Indonesia punya peran besar dalam perubahan iklim," ujar Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Pandjaitan saat bicara lewat telepon dengan saya minggu lalu. Ia lagi berada di London, sebelum bergabung ke Roma. Ia baru saja melakukan pembicaraan langsung dengan Perdana Menteri Inggris Boris Johnson.
Suasana Summit G20 di Roma kemarin sudah lebih baik. Trump sudah diganti Joe Biden. Amerika sudah kembali mengikatkan diri pada Kesepakatan Paris. Utusan Saudi dipimpin sendiri oleh Raja Salman.
Relevansi G20 kelihatannya masih bisa terus terjaga. Itu karena misi utamanya adalah perubahan iklim. Akan abadi.
Forum besar yang sudah hilang adalah KTT Nonblok.
Saya sempat ikut rombongan Presiden Soeharto ke KTT Nonblok di Beograd, ibu kota Yugoslavia. Biar pun itu forum KTT, beritanya tidak muncul di media Barat. Sama sekali. Dianggap tidak penting.
Seorang teman dari Barat mengejek saya: KTT Nonblok itu penting untuk konsumsi negara masing-masing.
Ia pun berdalih: lihatlah sidang pleno itu. Kosong. Kalau seorang kepala negara berpidato wartawan yang hadir hanya yang dari negara tersebut.
Bagi negara itu KTT sudah selesai begitu presidennya sudah pidato. Ya juga sih. Saya juga tidak mau hadir di pleno itu. Kalau yang berpidato presiden dari negara lain. Yang isi pidatonya lebih banyak untuk dijadikan berita di dalam negeri masing-masing.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: