Dianggap Juctice Collaborator (JC), Hukuman Dua Koruptor E-KTP Dikorting Tiga dan Lima Tahun

Dianggap Juctice Collaborator (JC), Hukuman Dua Koruptor E-KTP Dikorting Tiga dan Lima Tahun

Mahkamah Agung (MA) kembali mengabulkan upaya Peninjauan Kembali (PK) yang dilayangkan dua orang koruptor. Total 22 koruptor mendapat potongan hukuman sepanjang 2019-2020.

Nasib pemberantasan korupsi pun dinilai semakin suram. Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana menilai nasib pemberantasan korupsi pada masa mendatang makin suram jika MA tetap mempertahankan tren vonis ringan terhadap pelaku kasus korupsi.

Dikatakannya, rata-rata hukuman pelaku korupsi sepanjang 2019 hanya 2 tahun 7 bulan penjara.

"Tidak hanya itu, pemulihan kerugian negara juga sangat kecil. Jika ditotal, negara telah rugi akibat praktik korupsi sepanjang tahun 2019 sebesar Rp12 triliun. Akan tetapi, pidana tambahan berupa uang pengganti yang dijatuhkan majelis hakim hanya Rp750 miliar. Sepuluh persennya saja tidak dapat," katanya, Rabu (30/9).

Kurnia juga menyebut dari total 1.125 terdakwa kasus korupsi yang disidangkan pada tahun 2019, sekitar 842 orang divonis ringan (0—4 tahun), sedangkan vonis berat hanya sembilan orang (di atas 10 tahun).

"Belum lagi vonis bebas atau lepas yang berjumlah 54 orang," ungkap Kurnia.

Dikatakannya putusan hakim yang kerap kali ringan terhadap pelaku korupsi memiliki implikasi serius. Pertama, menegasikan nilai keadilan bagi masyarakat sebagai pihak terdampak korupsi.

Kedua, lanjut dia, melululantahkkan kerja keras penegak hukum (kepolisian, kejaksaan, dan KPK) yang telah bersusah payah membongkar praktik korupsi. "Ketiga, menjauhkan pemberian efek jera baik bagi terdakwa maupun masyarakat," ujarnya.

Terkait dengan hal tersebut, ICW pun lantas menyinggung ketiadaan sosok Artidjo Alkostar di MA yang telah purnatugas sebagai hakim agung.

"Dalam kondisi peradilan yang makin tak berpihak pada pemberantasan korupsi, memang harus diakui bahwa masyarakat merindukan adanya sosok seperti Artidjo Alkostar lagi di Mahkamah Agung," katanya.

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nawawi Pomolango pun menyuarakan keprihatinannya. Ia meminta MA untuk memberikan argumen atau legal reasoning pengurangan hukuman tersebut agar tidak menimbulkan kecurigaan publik.

"legal reasoning pengurangan hukuman-hukuman dalam perkara-perkara a quo agar tidak menimbulkan kecurigaan publik tergerusnya rasa keadilan dalam pemberantasan korupsi," tuturnya.

Ia memandang, fenomena sunatan hukuman koruptor kini seakan marak sepeninggalan Artidjo Alkostar yang pensiun sebagai hakim agung pada 2018 lalu.

"Terlebih putusan-putusan PK yang mengurangi hukuman ini marak setelah Gedung MA ditinggal sosok Artijo Alkostar. Jangan sampai memunculkan anekdot hukum bukan soal hukumnya tetapi siapa hakimnya," kata dia.

Sumber: