Prabu Siliwangi adalah raja dari Kerajaan Pajajaran sehingga secara status Raden Walangsungsang adalah pangeran dari kerajaan itu.
Raden Walangsungsang memiliki dua saudara yakni Nyi Mas Rara Santang, dan juga Raden Kian Santang.
Di saat itu Kerajaan Pajajaran merupakan kerajaan yang bercorak Hindu. Namun karena Raden Walangsungsang memilih untuk memeluk agama Islam seperti ibundanya, maka ia kehilangan hak untuk mewarisi tahta kerajaan.
Setelah itu beliau memilih untuk berkelana ke daerah Cirebon yang saat itu masih bernama Caruban Buana Nagari. Maksud kedatangan Raden Walangsungsang ke Cirebon adalah untuk mencari jati diri dan belajar tentang Islam.
Salah satu tempat yang ia datangi saat di Cirebon adalah Cimandung. Saat di Cimandung, ia bertemu dengan salah satu resi atau Brahmana yang ada di situ dan berguru untuk belajar tentang etika dan tata krama.
BACA JUGA:Mitos Gunung Parang, Benarkah Dahulu Menjadi Tempat Pembuatan Pusaka Prabu Siliwangi?
Setelah dari tempat ini barulah beliau berangkat ke Amparan Jati dan bertemu dengan Syekh Nur Jati untul belajar tentang Islam.
Jauh sebelum kedatangan Raden Walangsungsang, Cimandung sendiri dipercaya sudah ada sejak zaman kerajaan Indraprahasta, salah satu kerajaan yang bercorak Hindu jauh sebelum kerajaan Pajajaran. Dan Situs Keramat Cimandung dipercaya sebagai salah satu peninggalan dari kerajaan tersebut.
Walau sudah ada sejak zaman kerajaan Indraprahasta, namun jika kita mencari tahu tentang sejarah Cimandung, maka sejarah yang teridentifikasi mayoritas hanya sejarah sekitar zaman islam saja.
Sangat sulit kita menemukan referensi yang membahas tentang hubungan antara Cimandung dengan Kerajaan Indraprahasta.
BACA JUGA:Eril Keturunan Wali Songo dan Prabu Siliwangi, Nasab Ridwan Kamil Sampai ke Sunan Gunung Jati
Kondisi ini boleh jadi berhubungan dengan yang tertuang dalam Nusantara III/2 bahwa Kerajaan Indraprahasta itu telah musnah oleh Rahyang Sanjaya karena kalah perangnya.
Seluruh Kerajaan Indraprahasta ditundukkan termasuk keratonnya hancur lumat seakan-akan tidak ada lagi kerajaan di daerah Cirebon Girang.
Angkatan perang, pembesar kerajaan, seluruh golongan penduduk, penghuni istana, para terkemuka, hampir seluruhnya binasa tanpa sisa.
Hanya beberapa orang yang berhasil melarikan diri bersembunyi di hutan, gunung dan sungai yang terluput dari musuh yang tidak mengenal belas kasihan seperti binatang buas.