Mayatnya tidak dikubur, hanya diletakkan di tanah dan dibiarkan membusuk. Hal ini sesuai dengan Lontar Calon Arang (1540 M), yang menyebutkan bahwa mayat-mayat di kuburan sebagian tidak dibakar, sekedar dibiarkan terbuka dan dimakan anjing liar.
BACA JUGA:3 Fakta Dunia Magis Nusantara, Ternyata Ada Sejarahnya di Jawa, Lho!
2. Ritual meditasi di depan mayat
Menurut penggiat sejarah, relief mayat pada Goa ini diduga berkaitan dengan meditasi Asubha. Meditasi ini dilakukan dengan duduk dan berkonsentrasi pada mayat yang sedang membusuk.
Sang pertapa harus mampu menghilangkan rasa jijik untuk mencapai pencerahan. Salah satunya, kesadaran bahwa betapa sempurnya zat materi akan hancur pada waktunya.
Hingga saat ini masih diteliti kegiatan pertapaannya dilakukan di luar atau di dalam gua. Namun, ternyata bentangan dalam relief ini memuat cukup informasi mengenai fungsi gua ini.
BACA JUGA:Se-Epic Doctor Strange, Inilah 6 Tokoh Sakti Mitos Jawa bagai Penyihir
3. Tempat praktik tantra
Relief mayat ini diduga sebagai bagian dari ritual, tepatnya praktik tantra, yang memang marak pada masa Singasari dan Majapahit. Adanya tengkorak pada alas dwarapala di halaman gua, patut dicurigai sebagai penganut tantra.
Peleburan antara ajaran Buddha dengan tantra Bhairawa, juga dijumpai dalam Kitab Sutasoma pada masa keemasan Majapahit (1334 - 1389 M).
Sutasoma adalah seorang Bodhisattva, atau yang terlahir sebagai Buddha, tetapi ia bertapa di atas mayat, dengan berkalung usus manusia, dan memuja Bathari Durga.
Dalam kitab Sang Hyang Kamahayanikan yang disusun Mpu Sindok (929 - 947 M), disebutkan bahwa gua adalah salah satu tempat peribadatan para biksu selain wihara. Kitab ini sendiri merupakan pegangan untuk mencapai kebuddhaan di Jawa Kuno.
Demikian, informasi mengenai Goa Selomangleng sebagai pertapaan yang erat dengan konsep kematian. Semoga bermanfaat bagi Anda yang ingin tahu tentang mitos dan kisah mistis di Indonesia, tepatnya di tanah Jawa.***