Namun kalimatnya itu ternyata menimbulkan ekspresi sedih di wajah warga yang ia ajak bicara. Warga itu pun bercerita bahwa kerajaan mereka dipimpin oleh seorang raja kejam yang suka memakan manusia.
Cerita itu membuat Aji Saka ikut sedih. Ia paham akan keadaan yang sewaktu-waktu akan menjemput mereka untuk menjadi santapan Sang Raja.
Merelakan diri menjadi santapan raja
Suatu hari, terdengar kabar bahwa patih dan prajurit akan datang ke desa untuk mencari warga yang bisa mereka jadikan santapan raja.
Saat itu, Aji Saka mengorbankan diri untuk menjadi santapan Prabu Dewata Cengkar.
Tak lama, patih dan prajuritnya datang ke desa. Aji Saka yang sudah siap pun malah mendekat untuk menyerahkan diri.
Sementara itu, duduk di kursi raja, Prabu Dewata Cengkar terlihat cemas. Ia pun bergumam kepada diri sendiri, jika ia mendapat satu manusia untuk ia makan, ia akan mengabulkan satu permintaannya.
BACA JUGA:Asal-usul Warung Tegal atau Warteg, Sejarah Kemunculannya yang Legendaris
Satu permintaan seluas kain
Sesampainya di sana, Aji Saka meminta satu pertanyaan kepada Sang Prabu sebelum menjadi santapan.
Ia berkata bahwa ia ingin meminta sebidang tanah seluas kain yang ia bawa. Mendengar permintaan itu, Sang Prabu langsung mengiyakannya.
Aji Saka pun segera mengeluarkan kain yang ia bawa, ia meminta Sang Prabu memegang ujung kain itu. untuk mereka ukur.
Namun tak disangka, ternyata kain itu terus memanjang sampai keluar dari Kerajaan Medhang Kemulan. Hingga akhirnya, ia tiba di ujung tebing curam di tepi Laut Selatan.
Akal cerdik Aji Saka
Sadar akan keanehan itu, Sang Prabu pun menjadi sangat marah. Ia baru menyadari niat Aji Saka yang sebenarnya adalah untuk menghabisinya.
Kemudian, atas kesaktian Aji Saka, kain yang terbentang itu melilit tubuh Sang Prabu. Tubuh raksasa Sang Prabu bahkan tidak bisa melawan lilitan kain itu.