Mitos atau Fakta? Simak Penyebab Larangan Pernikahan Suku Jawa dan Sunda

Kamis 20-07-2023,20:52 WIB
Reporter : Sri Eka Cesaria Putri
Editor : Sri Eka Cesaria Putri

SLAWI, radartegal.disway.id - Mitos larangan pernikahan antara Jawa dan Sunda ini memiliki akar dari sejarah perang Bubat antara Kerajaan Majapahit di tanah Jawa dan Kerajaan Padjadjaran di tanah Sunda. Perang Bubat terjadi pada tahun 1357 Masehi dan menjadi salah satu peristiwa tragis dalam sejarah Indonesia. 

Konflik ini terjadi ketika Maharaja Hayam Wuruk dari Kerajaan Majapahit ingin menikahi Dyah Pitaloka, putri Raja Padjadjaran, Prabu Linggabuana. Upacara pernikahan tersebut diadakan dengan maksud untuk menyatukan kedua kerajaan tersebut dalam ikatan pernikahan.

Kerajaan Majapahit mengirim surat lamaran kepada Padjajaran yang direspon dengan mengirimkan perwakilan ke Majapahit. Namun sangat disayangkan, ambisi Gajah Mada sebagai Mahapatih Majapahit yang hendak memenuhi Sumpah Palapa membuatnya menaklukan Padjajaran. 

Acara pernikahan yang seharusnya digelar justru beralih menjadi peperangan yang membuat kisah cinta berujung malapetaka. Dikarenakan tidak adanya persiapan dari pasukan Padjajaran maka pasukan yang maju tidak seimbang.

Gajah Mada juga menyebut Dyah Pitaloka sebagai upeti dari Padjajaran untuk Majapahit. Disebabkan oleh penghinaan ini maka Padjajaran memilih untuk melawan Majapahit. 

Dalam pertempuran yang kemudian terjadi di sebuah lapangan yang dikenal sebagai Lapangan Bubat, pasukan Majapahit akhirnya mengalahkan pasukan Padjadjaran. Hal ini membuat Padjajaran kalah telak melawan Majapahit. 

Dengan kekalahan yang terjadi, Dyah Pitaloka melakukan belapati atau bunuh diri untuk menjaga kehormatan Padjajaran. Pada akhirnya, pernikahan tersebut tidak pernah terlaksana.

Sejak saat itu, peristiwa Bubat menjadi legenda dan mitos yang dikenang dalam masyarakat Jawa dan Sunda. Mitos ini mencerminkan tragedi dari perang dan hubungan pahit antara dua kerajaan yang berbeda. 

Larangan pernikahan suku Jawa dan Sunda

Sebagai hasilnya, muncul larangan bagi pernikahan antara orang Jawa dan Sunda, sebagai simbol dari kesetiaan dan cinta yang dipisahkan oleh sejarah dan tragedi masa lalu. Meskipun hanya mitos, larangan ini tetap dihormati dan dijaga dalam tradisi masyarakat Jawa dan Sunda hingga saat ini.

Akan tetapi, tidak ada bukti sejarah yang menyatakan bahwa pernikahan antara suku Jawa dan Sunda secara umum dilarang atau diharamkan. Setelah peristiwa Bubat, hubungan antara Jawa dan Sunda tetap berlangsung dengan adanya interaksi budaya, perdagangan, dan diplomasi antara kedua wilayah. 

BACA JUGA: 5 Mitos Pernikahan Adat Jawa yang Perlu Diketahui, Weton Membawa Keberuntungan?

Bahkan, beberapa pernikahan antara suku Jawa dan Sunda terjadi tanpa hambatan dan diakui secara sah dalam masyarakat. Larangan pernikahan antara suku Jawa dan Sunda merupakan bagian dari mitos dan legenda yang telah mengakar dalam cerita rakyat, terutama di wilayah Jawa dan Sunda. 

Mitos ini mungkin telah dipengaruhi oleh peristiwa Bubat, tetapi tidak mencerminkan larangan nyata dalam realitas sejarah. Penting untuk diingat bahwa Indonesia merupakan negara yang beragam budaya dan suku, dan dalam praktiknya, pernikahan antar-suku sangat umum terjadi. 

Masyarakat Indonesia cenderung menghargai keberagaman dan menyambut hubungan yang terjalin melintasi batas-batas etnis dan suku.*

Kategori :