JAKARTA - Untuk mengungkap kronologi tewasnya Brigadir Nopryansah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, Kapolri Listyo Sigit Prabowo akhirnya membentuk tim gabungan. Brigadir J adalah ajudan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri, Irjen Pol Ferdy Sambo.
Kapolri mengungkapkan tim gabungan dipimpin Wakapolri Komjen Pol Gatot Eddy Pramono. Nantinya, tim tentu harus bisa menjawab berbagai kejanggalan dalam insiden yang terjadi di rumah dinas Ferdy Sambo tersebut.
Anggota tim sendiri tidak main-main. Di dalamnya terdiri dari gabungan sejumlah jenderal-jenderal di Mabes Polri.
Antara lain ada Kabareskrim, Komjen Pol Agus Andrianto; Inspektur Pengawasan Umum (Irwasum), Komjen Pol Agung Budi Maryoto; Kabagintelkam, Komjen Pol Ahmad Dofiri; Asisten Kapolri Bidang SDM (As SDM), Irjen Pol Wahyu Widada; Paminal, dan Provos.
Tim khusus yang bertugas menyingkap fakta lain terkait insiden berdarah di rumdin Kadiv propam itu juga akan melibatkan pihak eksternal. Antara lain, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas).
”Kami ingin peristiwa yang ada betul-betul bisa menjadi terang,” ujar Listyo dalam konferensi pers kemarin (12/7).
Listyo menerangkan, tim gabungan internal dan eksternal diharapkan memberikan output berupa rekomendasi untuk melengkapi penyidikan yang tengah dilakukan Polres Metro Jakarta Selatan. Sejauh ini, ada dua kasus yang ditangani Polres Jaksel.
Yakni, percobaan pembunuhan dan ancaman kekerasan terhadap perempuan (pasal 298 KUHP). Listyo meminta kasus pidana ditangani menggunakan prinsip scientific crime investigation. Penanganan harus menggunakan berbagai disiplin ilmu pengetahuan, bukan berdasar rumor atau isu-isu liar yang berkembang belakangan.
”Walaupun ditangani Polres Jakarat Selatan, kami minta diasistensi Polda (Metro) dan Bareskrim Polri,” tegas mantan Kabareskrim itu.
Polri memastikan penanganan kasus itu akan dilaksanakan secara transparan dan diawasi oleh tim khusus tersebut. Baik proses penyelidikan maupun penyidikan. Polri juga tidak menutup diri apabila ada laporan lain yang berkaitan dengan peristiwa tersebut.
”Semuanya tentu harus kita telaah, kita cermati, dan kita tangani secara objektif, transparan, serta menggunakan kaidah-kaidah penyelidikan dan penyidikan,” ungkap jenderal lulusan Akademi Polisi (Akpol) 1991 tersebut.
Atensi Kapolri itu menjawab keraguan publik terkait penanganan insiden baku tembak di rumdin Sambo pada Jumat (8/7) lalu tersebut. Kronologi versi Polri, peristiwa itu terjadi ketika Putri Ferdy Sambo (istri Kadiv Propam) berteriak karena Yosua tiba-tiba masuk ke kamar pribadinya dan menodongkan senjata.
Teriakan itu membuat Bhayangkara Dua (Bharada) berinisial E bereaksi. Dari lantai 2 rumdin tersebut, Bharada E turun menuju sumber suara. Melihat kehadiran Bharada E, Yosua panik. Dia melepaskan tembakan ke arah Bharada E. Tembakan itu kemudian dibalas Bharada E.
Dari lima tembakan yang dilepaskan, empat di antaranya mengenai tubuh Yosua hingga membuatnya tewas. Itu versi Polri. Jawa Pos (grup Padang Ekspres) mendapatkan kronologi versi lain yang bersumber dari internal kepolisian.
Sumber yang tidak ingin disebutkan namanya itu mengungkapkan bahwa bukan Bharada E yang membuat Yosua meregang nyawa. ”Apa yang saya ungkapkan ini sebenarnya bukan hal baru. Dalam artian, publik juga sudah menduga,” ucap anggota yang ikut menangani kasus tersebut.