Anggaran pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung yang membengkak menjadi Rp113 triliun ditanggapi beragam oleh sejumlah pihak. Mantan Sekretaris Kementerian BUMN, M Said Didu misalnya, dia membeberkan anggaran tak wajar di proyek tersebut.
Said Didu menolak klaim Kementerian BUMN yang menilai anggaran bertambah Rp26,6 triliun adalah hal wajar. Alasannya, angka tersebut lebih dari 10 persen anggaran awal yang sebesar Rp113,9 triliun.
Menurut Didu, pembengkakan anggaran yang terjadi dalam Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung bukan hal yang wajar. Sebab, besaran dari pembengkakan tersebut terlalu tinggi.
“Wajar? Eskalasi biaya lebih 10 persen dari rencana awal adalah pekerjaan orang yang tidak bisa merencanakan,” tegasnya lewat akun Twitter pribadi, Minggu (10/10).
Menurut Said Didu, anggaran kereta cepat juga semakin tidak wajar jika berkaca dari awal perkiraan. Di mana saat awal rencana pembangunan Jepang memperkirakan biaya pengerjaan habis 6 miliar dolar AS.
Kala itu, Indonesia mengabaikan tawaran dari Jepang yang dianggap lebih mahal. Bekerja sama dengan China yang menawarkan hanya 5 miliar dolar AS kemudian dipilih.
“Sekarang melonjak menjadi 8,6 miliar dolar AS. Wajarnya di mana?” tanya Said Didu sebagaimana dikutip dari rmol.id.
Staf Khusus Kementerian BUMN Arya Sinulingga menyatakan pembengkakan biaya proyek adalah hal yang wajar. Ini lantaran Indonesia baru kali pertama membangun kereta cepat dan terjadi sejumlah kemunduran pembangunan yang menaikkan cost.
Sementara itu, Presiden Jokowi resmi menunjuk Menko Marves Luhut Binsar Panjaitan untuk memimpin Komite Kereta Cepat Antara Jakarta dan Bandung, Jumat (8/10).
Keputusan ini tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 93 Tahun 2021 tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat Antara Jakarta dan Bandung.
Komite Kereta Cepat Antara Jakarta dan Bandung yang dipimpin Luhut Panjaitan dan beranggotakan Menteri Keuangan, Menteri BUMN, dan Menteri Perhubungan. (rmol/zul)