“Ini proses yang normatif. Yang namanya penjahat ya kudu diburu lembaga penegakan hukum,” ucapnya.
Dengan dasar sikap seperti itu, walau tidak dinihilkan, menurut Reza, tidak ada nilai tambah dari penangkapan tersebut.
Apalagi jika dikaitkan-kaitkan dengan isu jelang pergantian kapolri.
“Saya lebih respek kalau penangkapan ini menjadi jalan pembuka bagi pembersihan di seluruh lembaga penegakan hukum,” ujarnya.
“Pembersihan lewat penindakan organisasi dan pidana, lalu hasilnya diumumkan ke publik,” jelas Reza.
Reza berpendapat, di institusi penegakan hukum, marak subkultur bernama Blue Curtain Code atau Code of Silence.
Yaitu kebiasaan menyimpang untuk menutup-nutupi kesalahan sesama kolega.
Code of silence terdapat pada seluruh lapisan organisasi penegakan hukum.
Namun efeknya lebih destruktif ketika berlangsung di jajaran petinggi.
“Alhasil, siapapun yang mampu menolak Code of Silence itu, artinya sanggup melakukan pembersihan internal, dialah yg cocok menjadi orang nomor satu di organisasinya,” tandas Reza. (pojoksatu/ima)