"Kalau berurusan dengan KPK, LP Ma'arif ada di dalamnya, ini bisa terbawa-bawa. Terus terang saja, yang saya kahwatirkan nanti bisa terbawa, program ini sudah di-setting sejak awal, NU dan Muhammadiyah ini hanya dijadikan legitimiasi," ujarnya.
Arifin juga menegaskan, bahwa pihaknya tetap akan mundur meski Mendikbud Nadiem Makarim menjanjikan evaluasi terhadap POP. Menurutnya, evaluasi yang disebut Nadiem hanya basa-basi.
"Evaluasi hanya basa-basi, lamis-lamis lambe, tidak akan mengubah apa-apa. Apalagi dia mengatakan yang sudah lolos, tidak perlu khawatir. Kalau begitu ini evaluasi macam apa," tegasnya.
Sikap serupa juga diikuti oleh Majelis Pendidikan Dasar dan menengah (Dikdasmen) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah. Pihaknya menegaskan, tidak ikut terlibat dalam proses evaluasi lanjutan POP. Muhammadiyah menilai evaluasi POP merupakan urusan internal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
"Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah tidak terlibat dan akan fokus pada peningkatan kualitas guru dan siswa, termasuk penanganan sekolah di masa pandemi," kata Ketua Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah, Baedhowi.
Menanggapi polemik ini, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nawawi Pomolango memastikan, bahwa lembaga antirasuah akan mengawasi POP Kemendikbud.
Menurutnya, sudah menjadi tugas dan fungsi KPK yang diamanatkan dalam Pasal 6 huruf (c) UU 19/2019 untuk memonitor penyelenggaraan pemerintahan negara.
"KPK akan mendalami program dimaksud, bisa dalam bentuk kajian sebagaimana yang dilakukan terhadap program-program lain seperti 'BPJS', 'Pra-Kerja' dan lainnya," kata Nawawi.
Nawawi juga mengapresiasi, sejumlah organisasi besar dalam dunia pendidikan yang memilih mundur dari program yang dananya berasal dari APBN senilai Rp567 miliar.
"Saya juga sangat mengapresiasi langkah yang dilakukan beberapa organisasi kemasyarakatan yang mengambil sikap mundur dari keikutsertaan pada program dimaksud, dengan didasari bahwa program dimaksud masih menyimpan potensi yang tidak jelas," ujarnya. (der/zul/fin)