Ungkap Sejarah, Budaya dan Legenda Tegal dalam Te Tegal, Akhmad Zubaedi Akui Alami Ini

Ungkap Sejarah, Budaya dan Legenda Tegal dalam Te Tegal, Akhmad Zubaedi Akui Alami Ini

SEJARAH TEGAL- KARYA TERBARU - Akhmad Zubaedi menunjukkan buku karya terbarunya berjudul Te Tegal: Antara Sejarah, Budaya, dan Legenda.-K. Anam Syahmadani-Radartegal.disway.id

“Dengan menghargai sejarah, otomatis menghargai para leluhurnya,” ucap ayah dari Akhmad Fattah Dasendria itu. 

Sempat alami kesulitan dalam penggalian data

Dalam penulisan buku Te Tegal: Antara Sejarah, Budaya, dan Legenda dan buku sejarah Tegal lainnya, ungkap Zubaedi, sempat mengalami kesulitan dalam penggalian data. 

“Ada kesulitan penggalian data karena banyak serat yang masih disembuyikan. Entah itu karena khawatir rusak atau apa, yang jelas banyak yang disembuyikan,” tutur suami dari Nur Laeli itu. 

Dengan tekad yang keras, Zubaedi akhirnya mampu mengatasi kesulitan dan menyelesaikan karya terbarunya itu. Sebagaimana judulnya, buku Te Tegal: Antara Sejarah, Budaya, dan Legenda berisi tentang sejarah, budaya, dan legenda yang pernah terjadi di tanah Tegal, mulai dari era purba hingga pasca kemerdekaan Republik Indonesia. 

BACA JUGA: Sinopsis dan Hal Menarik dalam Buku Keajaiban Toko Kelontong Namiya

BACA JUGA: Sejarah Tuk Jimat di Bumijawa Tegal, Konon Berawal dari Kenong yang Ditemukan Bangau Putih

Memuat hasil penelusuran ke Semedo dan candi-candi

Dalam buku tersebut memuat hasil penelusuran Zubaedi ke Semedo. Kemudian, ke candi-candi yang menggambarkan adanya pengaruh Hindu-Budha di Tegal. Candi-candi dimaksud antara lain Candi Kesuben, Candi Bulus, Candi Bumijawa, Candi Anjing, Candi Sidamulya, Candi Karangjambu, Candi Limbangan, Candi Batur I, Candi Batur II, dan Candi Budo.

Zubaedi juga memotret perkembangan agama Islam di Tegal melalui penelusuran ke makam-makam. Cerita dimulai dengan kisah Syekh Sayyid Abdurrohman dan Syekh Sayyid Abdurrohim. Mereka adalah kakak beradik berasal dari Baghdad, Irak, yang kemudian dikenal dengan sebutan Mbah Suro Ponolawen dan situsnya ada di Desa Pagiyanten, Kecamatan Adiwerna. 

Selain Mbah Suro Ponolawen terdapat kisah Syekh Maulana Maghribi, Mbah Panggung, Ki Ageng Balamoa, hingga tentu saja, Ki Gede Sebayu, sang perintis pemerintahan Tegal. Menurut Zubaedi, Ki Gede Sebayu memiliki kiprah yang luar biasa, sehingga masyarakat mengangkatnya sebagai sesepuh Tegal pada urutan pertama. 

Buku ini juga memuat penelusuran Zubaedi tentang lokasi pohon jati yang disayembarakan Ki Gede Sebayu untuk membuat masjid di Kalisoka. Karena membutuhkan banyak kayu untuk pembangunan masjid, Ki Gede Sebayu membuat sayembara itu dan pemenangnya akan dinikahkan dengan putri Ki Gede Sebayu, Raden Ayu Giyanti Subhalaksana.

BACA JUGA: Sejarah Slawi: Sayembara Putri Ki Gede Sebayu dan Pohon Jati Ajaib yang Kini Jadi Masjid Kalisoka

BACA JUGA: Dahulunya Halte, Sejarah Stasiun Kereta Api di Slawi Menjadi Bukti Dibukanya Jalur Lintas Tegal-Slawi

Dikisahkan sebanyak dua puluh lima pendekar mengikuti sayembara ini. Pendekar nomor terakhir lah yang ternyata mampu merobohkan pohon jati tersebut.

Sumber: