Nyaris Punah, Ini Mitos Burung Kepodang Emas dan Tradisinya pada Masyarakat Jawa

Nyaris Punah, Ini Mitos Burung Kepodang Emas dan Tradisinya pada Masyarakat Jawa

Mendalami Mitos Burung Kepodang Emas dan Tradisinya pada Masyarakat Jawa, Sekarang Nasibnya Hampir Punah--Image Edit Using CorelDraw|Dimas Adi Saputra

Radartegal.id - Pernahkah Anda mendengar burung bernama kepodang emas? Dikisahkan mitor burung kepodang dapat sangt terkenal dalam tradisi masyarakat Jawa.

Burung kepodang emas sendiri, merupakan salah satu burung yang memiliki kicauanmerdu dan penampilan yang sangat mencolok. Tidak hanya itu burung ini juga masih kental dengan yang namanya mitos.

Bahkan burung kepodang emas sering dikaitkan dengan tradisi dan makna penting dalam lingkungan masyarakat Jawa. Dan tidak jarang juga burung ini menjadi peliharaan orang untuk sekedar hobi atau hewan pembawa keberuntungan.

Nah pada pembahasan artikel kali ini, kita akan membahas lebih dalam mengenai mitos dari burung kepodang emas sekaligus tradisi yang berkaitan dengan burung ini.

BACA JUGA:Mitos Kali kumpe Desa Jejeg Tegal, Pohon Ini Tak Boleh Ditebang Jika Tak Mau Menanggung Akibatnya

BACA JUGA:Hewan dengan Mitos Menyeramkan di Indonesia, Nomor 4 Paling Dicari Saat Ritual

Mitos burung kepodang emas

1. Simbol Kejayaan dan Kemakmuran

Dipercaya, warna bulu burung kepodang emas yang kuning keemasan berkaitan dengan simbol kejayaan dan kemakmuran. Maka dari itu, burung ini sering dipelihara oleh kalangan atas sebagai simbol penghargaan.

Tidak hanya itu saja, memelihara burung kepodang sejak zaman dahulu, dianggap sebagai energi positif yang bisa meningkatkan kualitas hidup pemiliknya.

2. Perlindungan dari Kesialan

Pada masyarakat Sunda, burung kepodang emas dippercaya sebagai sarana untuk menolak bala. Memelihara burung ini sendiriu, dapat melindungi pemiliknya beserta keluarga dari kesialan dan malapetaka.

Tradisi tingkeban

Selain mitos, burung kepodang emas juga sering digunakan dalam acara tingkeban pada zaman dahulu kala. Acara tingkeban sendiri merupakan upacara adat untuk wanita yang sedang hamil tujuh bulkan.

Sumber: