Mengenal Tradisi Nyadran Gunung Silurah yang Berusia Ratusan Tahun, Ada Ritual Ider Desa

Mengenal Tradisi Nyadran Gunung Silurah yang Berusia Ratusan Tahun, Ada Ritual Ider Desa

Tradisi Nyadran Gunung Silurah-RADAR PEKALONGAN-

BACA JUGA:Istimewa dan Sakral, Kambing Kendit Selalu Digunakan saat Tradisi Ruwat Bumi Guci

Setelah kambing kendit dipotong lalu kepala dan kakinya ditanam di tempat tertentu, dagingnya dimasak dan sebagian dijadikan sesaji yang diletakkan di lima titik. 

Salah satunya di Watu Larangan (batu larangan). Sementara daging lainnya dimakan bersama. 

Salah seorang  tokoh masyarakat setempat, Waluyo membenarkan bahwa ada sedikit perbedaan suasana dalam perayaan Nyadran Gunung Silurah, antara masa nenek moyang dengan beberapa tahun ini.

“Dulu memang hanya orang-orang tertentu saja yang bisa menyaksikan prosesi Nyadran Gunung Silurah, tapi sejak beberapa tahun belakangan suasana sedikit ramai. Tapi itu tidak mengganggu kesakralan dan kekhusyuan dalam prosesi adat,” terangnya.

Hanya saja, lanjut dia, wisatawan harus memahami bahwa ketika memasuki area Hutan Larangan harus mampu menjaga perilaku.

“Contohnya ketika berada di sini (Hutan Larangan), tidak boleh menebang atau mengambil segala sesuatu yang ada seperti menebang pohon bambu untuk kepentingan pribadi, termasuk perniagaan. Karena menurut mitos si penebang akan menerima karma atau bala, begitu juga sebaliknya,” ujarnya.

BACA JUGA:Tradisi Bubur Suro 10 Muharram, Warisan Leluhur Lezat yang Punya Makna Khusus

Dijelaskannya, setiap malam Jumat Kliwon di bulan Jumadil Awal, seluruh warga akan menggelar tasyakuran sebagai wujud rasa syukur kepada Allah SWT dengan melakukan ritual ider desa atau keliling desa dan memotong kambing kendit, lalu kepala dan kaki ditanam di tempat tertentu.

“Termasuk prosesi meletakkan sejumlah sesaji beserta uborampe-nya di beberapa tempat,” pungkasnya. ***

Sumber: radar pekalongan