Negara Masih Mampu, Sekjen Gerindra Ahmad Muzani Minta Pemerintah Tidak Menaikkan Harga BBM Dulu

Negara Masih Mampu, Sekjen Gerindra Ahmad Muzani Minta Pemerintah Tidak Menaikkan Harga BBM Dulu

--

Riswanto mengungkapkan rencana kenaikan harga BBM bersubsidi ini juga membuat nelayan resah. Seperti biasanya, naiknya harga BBM otomatis akan diikuti harga-harga lainnya.

Termasuk harga bahan pokok perbekalan yang menjadi kebutuhan selama melaut. Riswanto mengatakan regulasi dan dasar hukum BBM bersubsidi untuk nelayan saat ini sudah diatur Peraturan Presiden 191/2014 tentang Penyediaan Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak.

Ada juga aturan turunanya, yakni Permen KP 71/Kepmen-KP/2016, Peraturan Direktur Jenderal Perikanan Tangkap 1/Per-DJPT/2018, Peraturan Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi No.17 tahun 2019 dan Permen KP No. 29/Permen-KP/2020.

"Nelayan yang mendapatkan BBM bersubsidi dari Pemerintah diatur untuk skala kecil kapal ukuran 0-7 GT, 8-30 GT," tandasnya.

Untuk saat ini saja, kata Riswanto, ketika nelayan skala kecil yang mendapatkan BBM bersubsidi pendapatannya tidak menentu. Terkadang untuk melaut saat kondisi lancar, tanpa ada kerusakan saja belum tentu dapat hasil.

Ini diperparah dengan harga ikan di tempat pelelangan ikan (TPI) tidak ada kenaikan dan cenderung menurun. "Selama ini tidak ada keseimbangan harga ikan dengan biaya kenaikan kebutuhan pokok untuk perbekalan."

"Dengan BBM bersubsidi nelayan skala kecil dengan ukuran di bawah 30 GT sangat terbantu dan masih bisa bertahan di tengah kondisi yang saat ini tidak ada kepastian usaha," tandasnya.

Riswanto mencontohkan di beberapa daerah untuk melaut selama seminggu, kapal ukuran 28 GT membutuhkan BBM sebanyak 1.500 liter. Harganya Rp5.159 per liternya.

Kemudian, ditambah ongkos angkut Rp50 per liternya, sehingga pemilik kapal membeli seharga Rp5.200. Total biaya untuk pembelian BBM solar subsidi saja sekitar Rp7,8 juta.

Belum lagi, kata Riswanto, kebutuhan es untuk pendingin ikan 70 balok seharga Rp33.000. Sehingga totalnya Rp2,3 juta dan perbekalan makanan Rp6,8 juta.

"Sehingga jika dirata-rata, untuk kapal dengan ukuran 28 GT dengan alat tangkap pursin mini biaya perbekalannya Rp17 juta," ujarnya.

Sedangkan, ujar Riswanto, hasil tangkapannya saat ini dari hasil melaut satu minggu hanya mampu mendapatkan 50 basket dengan estimasi 40 Kg per basket. Harga jual saat ini sekitar Rp400.000 per basket untuk kualitas ikanya bagus, sehingga hasil lelang Rp20 juta.

Kalau dilihat antara biaya perbekalan dan hasil lelang ikannya masih ada sisa Rp3 juta. Jika, hasilnya dibagi dengan jumlah ABK kurang lebih 22 orang, maka setiap ABK nya medapat bagi hasil kurang lebih Rp136 ribu. 

"Lalu pemilik dapat apa? Padahal sebagai pemodal dan pemilik kapal mustinya dapat hasil. Itu kita bicara saat ini BBM subsidi di harga Rp5.150 perliter, bagaimana kalau harga solar subsidi dinaikan?" pungkasnya.

Hal senada disampaikan Miftakhudin salah satu warga Kota Tegal. Menurutnya, dia juga keberatan dengan rencana kenaikan harga BBM, karena akan berdampak terhadap masyarakat.

Sumber: