Tangani Kasus Tewasnya Brigadir J, Polisi Diduga Langgar Aturan-aturannya Sendiri
--
JAKARTA - Meski sudah dilakukan autopsi ulang terhadap jenazah Brigadir Nopryansah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, publik masih ragu dengan kebenaran baku tembak antar polisi di rumah dinas mantan Kadiv Propam, Irjen Pol Ferdy Sambo.
Keraguan publik itu, lantaran beberapa aturan disebut-sebut telah dilanggar dalam mengungkap kasus yang menghebohkan itu. Dugaan pelanggaran-pelanggaran itu disampaikan pengamat kepolisian Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto.
Menurut Bambang, aturan-aturan dasar kepolisian yang dilanggar di antaranya soal olah tempat kejadian perkara (TKP), pelaksanaan prarekonstruksi, dan penggunaan senjata api untuk personel Polri yang bertugas sebagai ajudan atau pengawal perwira tinggi.
"Itu beberapa Peraturan Kapolri (Perkap) yang dilanggar," kata Bambang, Kamis (28/7).
Bambang menjelaskan kehebohan insiden Brigadir J berasal dari langkah-langkah, tindakan, serta pernyataan-pernyataan yang disampaikan Polri sendiri. Dimulai dari tindakan pengambilan CCTV, olah TKP yang melanggar Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009.
Selain itu juga menunda pengumuman kepada publik, mengalihkan isu dari penembakan menjadi pelecehan seksual, tidak menghadirkan tersangka penembakan, dan kejanggalan-kejanggalan yang tidak diterima nalar publik.
Bagi Bambang, semua kejanggalan itu bermuara pada ketidakpercayaan kepada institusi Polri. "Kita apresiasi langkah yang diambil Kapolri, meski agak terlambat dan seolah menunggu desakan publik."
"Ke depan harapannya bukan hanya penonaktifan Kadiv Propam, tetapi juga semua jajaran yang terlibat dalam upaya-upaya menutupi kasus ini hingga tiga hari baru diungkap ke publik," tambah Bambang seperti yang dikutip radartegal.com dari fin.co.id.
Pelanggaran kemudian terkait pelaksanaan prarekonstruksi yang dilakukan di Polda Metro Jaya dan di TKP rumah Irjen Ferdy Sambo, di Duren Tiga, Jakarta Selatan, Sabtu (23/7) lalu.
Ia mengatakan sesuai Surat Keputusan Kapolri Nomor 1205 Tahun 2000 dalam BAB III angka 8.3 SK Kapolri 1205/ 2000 diatur metode pemeriksaan dapat menggunakan teknik interview, interogasi, konfrontasi, dan rekonstruksi.
"Berdasarkan ketentuan di atas, rekonstruksi merupakan salah satu teknik dalam metode pemeriksaan yang dilaksanakan penyidik dalam proses penyidikan," katanya lagi.
Selain itu, ujar dia pula, rekonstruksi juga diatur dalam Pasal 24 ayat (3) Peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2019 yang secara lengkap menyatakan: Dalam hal menguji penyesuaian keterangan para saksi atau tersangka, penyidik/penyidik pembantu dapat melakukan rekonstruksi.
Kegiatan prarekonstruksi yang dilakukan oleh Polda Metro Jaya pekan lalu menimbulkan pertanyaan, siapa saksi dan tersangkanya.
“Dalam Surat Keputusan Kapolri Nomor 1205/2000 itu tidak ada istilah prarekonstruksi,” kata Bambang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: