Kriteria Penceramah Radikal BNPT Timbulkan Rasa Perlakuan Tak Adil, HNW: Tendensius, Harus Dicabut!

Kriteria Penceramah Radikal BNPT Timbulkan Rasa Perlakuan Tak Adil, HNW: Tendensius, Harus Dicabut!

Kriteria penceramah radikal yang dikeluarkan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dipertanyakan Wakil Ketua MPR RI, Hidayat Nur Wahid (HNW).

Menurut HNW, kriteria penceramah radikal yang dikeluarkan BNPT tendensius. Apalagi hal itu diyakininya tidak akan menyelesaikan masalah radikalisme.

Karenanya, HNW mendukung sikap Muhammadiyah, Majelis Ulama Indonesia (MUI), dan aktivis HAM yang mengkritik kriteria penceramah radikal yang dikeluarkan BNPT. Kriteria tersebut ditetapkan secara sepihak, tendensius, dan tidak adil.

Kriteria ini tidak menyentuh radikalisme lain yang terjadi di NKRI. Di antaranya, dalam bentuk komunisme, ateisme, maupun separatisme yang bertentangan dengan Pancasila. 

Apalagi, kriteria itu juga menyasar penceramah dengan sikap kritis dan korektif kepada pemerintah.

“Kriteria mengatasi radikalisme itu mestinya sesuai dengan Pancasila yang final pada 18 Agustus 1945 dan UUD NRI yang mengakui dan menghormati agama dan hak asasi manusia,” ujarnya di Jakarta, Kamis (10/3).

Menurut HNW, kriteria ini justru menimbulkan rasa diperlakukan tidak adil. Sebab, di pihak lain, dibiarkan radikalisme melalui ceramah maupun kegiatan lain oleh mereka yang antiagama.

Misalnya, kelompok ateis maupun komunis yang tidak sesuai dengan sila pertama Pancasila. Sementara itu, Menkopolhukam menyatakan bahwa gerakan separatis KKB OPM disebut sebagai kelompok yang lebih berbahaya daripada radikalisme. 

Namun, kriteria-kriteria versi BNPT tidak membahas masalah radikalisme dari jenis itu. Kriteria-kriteria BNPB mengatasi radikalisme, kata HNW mestinya juga tidak mematikan demokrasi dan pelaksanaan HAM dalam bentuk kritik konstruktif terhadap pemerintah yang sah.

Dengan kriteria pasal karet ala BNPT ini, menurut HNW, bisa-bisa di lapangan yang dipraktikkan represi. Setiap kritik dari penceramah akan dimasukkan pada kriteria membenci pemerintah atau tidak memercayai pemerintah.

Ini tergolong dalam kriteria radikalisme ala BNPT sehingga kritik dan penceramah akan terbungkam dengan label penceramah radikal. Wajar bila kriteria-kriteria penceramah radikal itu ditolak oleh banyak pihak.

Sekretaris Jenderal PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti menyebutkan, kriteria ini hanya untuk membuat kontroversi dan gaduh. Sementara itu, Sekretaris Jenderal MUI KH Amirsyah Tambunan mengkritik keras dan menyebut kriteria penceramah radikal ala BNPT itu sebagai blunder.

Organisasi pegiat hukum dan hak asasi manusia menyamakan model stempel radikal ini dengan apa yang digunakan orde baru dalam membungkam demokrasi.

Komisi III DPR juga mengkritik dengan menyebutnya sebagai pendiskreditan terhadap Umat Islam. Sikap BNPT, kata HNW, mestinya berbasis kajian komprehensif dan bertanggung jawab.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: