Novel Baswedan dan 56 Pegawai KPK Pemecatannya Dipercepat, ICW: Mereka Sudah Tak Mampu Jawab Kritikan TWK

Novel Baswedan dan 56 Pegawai KPK Pemecatannya Dipercepat, ICW: Mereka Sudah Tak Mampu Jawab Kritikan TWK

Indonesia Corruption Watch (ICW) angkat suara soal konferensi pers Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait nasib 56 pegawai KPK yang tidak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) sebagai alih status menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).

Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengatakan gelaran konferensi pers tersebut menunjukkan KPK sudah tidak mampu menjawab kritik dari masyarakat soal TWK.

"Hal itu dibuktikan dengan konferensi pers beberapa waktu lalu yang justru mempercepat waktu pemberhentian 56 pegawai KPK," kata Kurnia, Kamis (16/9).

Dalam konferensi pers tersebut, kata dia, Pimpinan KPK sengaja tidak mempertimbangkan temuan Ombudsman dan Komnas HAM. Padahal, menurutnya, kedua lembaga negara itu telah menguraikan secara rinci bahwa penyelenggaraan TWK maladministrasi dan melanggar hak asasi manusia.

ICW juga beranggapan bahwa Pimpinan KPK keliru dalam menafsirkan putusan MK maupun MA. Sebab, dua putusan itu hanya berbicara soal TWK secara formil, belum menyentuh aspek materiil.

"Mestinya, agar penilaiannya objektif, implementasi kebijakan TWK juga harus merujuk pada temuan Ombudsman dan Komnas HAM," ucap Kurnia.

Atas hal itu, Kurnia menyarankan agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) segera mengagendakan pertemuan dengan Ombudsman dan Komnas HAM sebelum mengambil sikap terkait dengan TWK KPK.

Sebab, ICW khawatir ada kelompok tertentu yang menyelinap dan memberikan informasi keliru kepada presiden terkait isu KPK jika pertemuan tersebut tidak dilakukan.

Akan tetapi, menurutnya, apabila presiden tetap menganggap polemik ini semata urusan administrasi kepegawaian dan mengembalikan sepenuhnya kewenangan kepada KPK, maka ada sejumlah konsekuensi serius.

Pertama, sebut Kurnia, presiden tidak konsisten dengan pernyataannya sendiri. Sebab, pada pertengahan Mei 2021 lalu, sambungnya, presiden mengatakan TWK tidak serta merta dijadikan dasar memberhentikan pegawai KPK.

Kedua, lanjutnya, presiden tidak memahami permasalahan utama di balik pelaksanaan TWK KPK.

"Penting untuk dicermati oleh presiden, puluhan pegawai KPK diberhentikan secara paksa dengan dalih tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan. Padahal, di balik Tes Wawasan Kebangsaan ada siasat yang dilakukan oleh sejumlah pihak untuk menyingkirkan pegawai-pegawai berintegritas di KPK," tegas Kurnia.

Ketiga, presiden tidak berkontribusi untuk agenda penguatan KPK. Berdasarkan regulasi, menurut Kurnia, presiden bisa mengambil kewenangan birokrasi di lembaga antirasuah.

Keempat, presiden abai dalam isu pemberantasan korupsi. Menurut dia, penegakan hukum, terlebih KPK, menjadi indikator utama masyarakat dalam menilai komitmen negara untuk memberantas korupsi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: