Opo Tumon?
Setelah kasus ketidakjujuran terungkap gurunya menghentikan kunjungan ke Jakarta dengan harapan agar dia menyadari akan kesalahan–kesalahan yang diperbuat, memperbaiki apa–apa yang salah agar supaya bisa berjalan lagi dengan enak bersama–sama.
Yang tidak masuk akal, bukannya minta maaf dan mengembalikan hak paten kepada pemiliknya yang sah, dia malah nekat memasarkan sendiri walaupun tidak menguasai cara menghitung konstruksinya.
Dia, hanya dengan mengandalkan sistem copy paste, nekat memasarkan karya cipta gurunya. Di dalam file komputernya memang ada ratusan desain yang bisa dijadikan referensi Ini harta karun, begitu kira–kira cara berpikirnya.
Padahal gurunya, mengikuti pesan dari mentornya, tokoh konstruksi terkemuka di tahun 1980an, belum pernah mengajarkan ilmu/cara menghitung konstruksi ciptaannya kepada siapa pun.
Sistem fondasi ciptaannya walaupun bentuknya sederhana menurut sang mentor adalah ilmu baru yang tidak bisa dicari teori–teori pendukungnya di literatur manapun mengenai ilmu fondasi.
Dia lupa bahwa di undang-undang Paten dengan jelas dibedakan antara hak cipta dan hak paten. Hak cipta itu melekat pada penemu bahkan sampai 75 tahun setelah penemunya meninggal.
Penemunya juga sekaligus adalah pemilik dari hak paten. Pemegang hak paten itu hanya menerima hak lisensi hak untuk memasarkan. Pemegang hak paten salah satu tugasnya adalah melindungi penemu atau pemilik hak paten dari upaya–upaya pembajakan atau pemalsuan.
Sekarang yang terjadi Pemegang Hak Paten justru yang berusaha mengambil alih kepemilikan atas Hak Paten dari para penemunya. Dan itu semua dilakukannya dengan menghalalkan segala cara yang jauh dari sopan santun orang Timur.
Gurunya khawatir kalau terjadi kesalahan di dalam perencanaan fondasi yang dilakukan dengan cara copy paste yang bisa berakibat fatal terhadap bangunan, karena gurunya tahu persis bahwa muridnya yang tidak tahu diri itu tidak menguasai cara menghitung konstruksi.
Oleh karenanya sang guru kemudian mengirimkan surat kepada semua proyek yang mempergunakan fondasi ciptaannya Isi surat menginformasikan 3 hal.
Pertama, bahwa desain fondasi yang dipergunakan tidak pernah dikonsultasikan, jadi tergolong karya plagiat. Kedua, bahwa gurunya belum pernah mengajarkan ilmunya kepada siapa pun termasuk kepada murid yang nakal tersebut.
Ketiga, bahwa yang bersangkutan tidak menguasai ilmu perencanaan sehingga risiko terjadinya kegagalan bangunan sangat besar. Dampaknya luar biasa Respons dari berbagai pihak yang menerima surat macam–macam, ada yang pro dan langsung bereaksi ada yang cuek bebek, proyeknya jalan terus.
Dasar orang kreatif hanya setahun setelah terungkap kalau dikhianati dan tidak lagi melakukan kunjungan ke Jakarta gurunya dapat inspirasi baru untuk menyempurnakan sistem konstruksi fondasi ciptaannya karya cipta yang baru menyempurnakan sistem fondasi yang sudah teruji ramah gempa.
Sekarang dengan tambahan temuan yang baru berupa pasak vertikal di samping mempersulit gedung menjadi miring juga sekaligus menjamin proses settlement semakin water pass.
Sang guru kemudian memasarkan sendiri sistem fondasi dengan paten baru. Sang guru mempergunakan nama perusahaan yang berbeda. Mendengar kalau sang gurunya memperoleh proyek dengan mempergunakan paten barunya si murid yang tidak tahu diri menjadi gelap mata.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: