Opo Tumon?
Opo Tumon?
Dia menyebut sepasang mantan bossnya …. guru–guru saya. Dia mengaku dibimbing dan dibesarkan oleh guru–gurunya diangkat dari drafter sampai jadi marketer andal bahkan setelah 25 tahun dijadikan mitra usaha.
Kedua gurunya orang-orang yang positif dan kreatif. Punya banyak karya cipta atau penemuan. Beberapa di antaranya didaftarkan ke kantor paten dan memperoleh hak paten.
Dia dipercaya untuk mengawal proses paten dari salah satu karya cipta sepasang gurunya, di bidang fondasi bangunan. Diam-diam tanpa memberi tahu, entah dengan cara apa nama perusahaannya tercantum pada sertifikat paten sebagai pemegang hak paten.
Ketika salah satu gurunya melihat nama perusahaannya tercantum pada lembar sertifikat paten, beliau menegur dan mempertanyakan. Dia menjawab dengan enteng: ya Pak biar mantap memasarkannya.
Kedua gurunya tidak mempermasalahkannya dengan dua pertimbangan. Pertama, Dia adalah mantan karyawan kepercayaan selama 25 tahun
Kedua, toh hanya sebagai pemegang hak paten bukan sebagai pemilik hak paten. Beberapa tahun kemudian ada beberapa gempa besar terjadi beruntun di Aceh dan Padang.
Ajaib, hampir 100 buah bangunan 2–7 lantai, yang dibangun mempergunakan fondasi karya cipta sepasang gurunya utuh, selamat 100 persen tanpa mengalami kerusakan struktural yang berarti.
Dampaknya, kepercayaan masyarakat konstruksi mulai terbentuk. Banyak proyek dilaksanakan dengan mempergunakan sistem fondasi karya cipta sepasang gurunya yang oleh masyarakat, karena keandalannya diberi gelar ”fondasi ramah gempa”.
Sepuluh tahun sejak dia dijadikan mitra usaha, hanya setahun setelah salah satu gurunya meninggal tiba-tiba terungkap bahwa dia telah melakukan banyak pelanggaran dan ketidakjujuran terhadap isi perjanjian kerja sama dengan kedua gurunya.
Ketika ditegur, bukannya malu dan minta maaf dia malah menjadi jadi. Kepada banyak orang dia mengaku bahwa karya cipta gurunya itu sekarang miliknya karena sudah dihibahkan kepada dia.
Ketika gurunya dikonfrontir perihal proses hibah tersebut, gurunya bertanya balik: beri saya satu alasan yang masuk akal kenapa saya harus menghibahkan karya cipta saya kepada dia.
Ketika mengetahui hal tersebut, dia malah bersikap kekanak–kanakan persis seperti seorang anak yang ngotot mempertahankan boneka yang diambilnya walaupun boneka tersebut bukan miliknya.
Pokoknya, karya cipta tersebut sekarang adalah milikku, begitu kira–kira cara berpikirnya. Benar–benar sungguh menggelikan. Sejak perjanjian kerja sama ditandatangani.
Hampir selama 10 tahun setiap minggu gurunya datang ke Jakarta. Rata–rata 2 hari tapi kadang–kadang sampai 4 hari dalam seminggu untuk membuat perencanaan, memeriksa gambar–gambar dan menandatangani gambar–gambar pelaksanaan atau surat pertanggungjawaban teknis.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: