Minim Sarpras, 2000 Jiwa Penduduk Andalkan Jembatan Gantung Sangkanjaya

Minim Sarpras, 2000 Jiwa Penduduk Andalkan Jembatan Gantung Sangkanjaya

 Jembatan gantung Desa Sanganjaya Kecamatan Balapulang menjadi andalan 2.000 jiwa untuk lalu lintas di sana. Karena sarana dan prasarana (sarpras) infrastruktur jalan di sana sangat minim.

Kades Sangkanjaya Jaelani, Jumat (5/3) mengatakan, sarpras di desanya sangat terbatas. Untuk menuju ke desa, hanya bisa melewati jembatan gantung. Lebarnya hanya 1,5 meter dan panjangnya sekitar 100 meter. Selama ini, masyarakat di desa tersebut hanya mengandalkan jembatan gantung untuk beraktivitas di luar desa. Bahkan, warga yang memiliki kendaraan roda empat atau lebih, tidak bisa diparkir di depan rumah. Mobil terpaksa diparkir di Desa Danawarih yang lokasinya di sebelah barat Desa Sangkanjaya. 

"Jumlah warga kami sebanyak 2000 jiwa dari 375 kepala keluarga (KK). Selama ini, ketika akan beraktivitas ke luar desa, mereka hanya bisa melewati jembatan gantung," katanya. 

Mayoritas penduduk di desanya, tambah Jaelani, berprofesi sebagai petani, buruh, pegawai swasta dan perantau. Tidak sedikit warganya yang memiliki mobil dan motor roda dua. Warga yang memiliki mobil, terpaksa harus parkir di desa tetangga. Mereka menyewa lahan dengan biaya sebulan mulai dari Rp200 ribu hingga Rp500 ribu. 

"Di desa kami ada 30 orang yang memiliki mobil. Kalau motor, setiap rumah punya. Dan motornya masih bisa dibawa ke rumah. Karena jembatan gantung hanya bisa dilewati motor dan pejalan kaki," tambahnya.

Pemkab Tegal sudah pernah membuat jalan untuk akses mobil di Desa Sangkajaya hingga Desa Danareja Kecamatan Balapulang. Sebagian jalan merupakan lahan Perhutani dan tanah warga. Namun jalan itu sekarang tidak bisa dilewati mobil karena rusak parah. Bahkan jalan tersebut sekarang sudah tumbuh ilalang dan rumput. 

Tahun kemarin sudah dianggarkan untuk perbaikan sekaligus pembangunan jalan lagi. Namun, anggarannya direfocusing untuk penanganan Covid-19.

Selagi desanya tidak bisa dilewati mobil, biaya hidup di desa tersebut menjadi mahal. Sebab, masyarakat kerap kesulitan ketika hendak membawa barang. Utamanya saat membangun atau memperbaiki rumah. Material harus diangkut manual menggunakan gerobak dan melewati jembatan gantung. 

Jarak dari bibir jembatan sampai ke lokasi atau rumah warga sekitar 1 kilometer. Parahnya lagi, dari jembatan hingga desa, medannya sangat membahayakan. Jalan curam dan miring sehingga harus ektra hati-hati. Harapan warga, pembangunan jalan menjadi program skala prioritas. Sehingga warga tidak kesulitan saat mengakses kendaraan roda empat. (guh/ima)

Sumber: