Kasihan, Sudah Setahun Satu Keluarga Tinggali Gubuk di Tengah Kebun Berdinding Seng

Kasihan, Sudah Setahun Satu Keluarga Tinggali Gubuk di Tengah Kebun Berdinding Seng

Sudah setahun Sugeng Raharjo (43) bersama istri dan anak balitanya tinggal di gubuk di Dusun Kedungdawa RT 1 RW 3 Desa Trirejo Kecamatan Loano Kabupaten Purworejo. Ironisnya, mereka tak bisa dibantu pemerintah daerah, karena terkendala status domisili kependudukan.

Jarak rumah Sugeng tak begitu jauh, hanya sekitar 350 meter dari Jalan Raya Purworejo-Magelang. Namun, untuk menjangkaunya perlu sedikit menerobos gang sempit dan jalan tanah area kebun singkong.

Dari kejauhan tak tampak bahwa gubuk berukuran 4 x 3,5 meter tersebut merupakan hunian. Akan tetapi, saat didekati ada beberapa perabotan rumah tangga sederhana, sebuah almari, sebuah kasur usang, dan sebuah rak piring.

Ya, sebuah ruangan berdinding seng beratap genting itu memang digunakan Sugeng bersama istrinya, Ningsih Surtini (30) dan anaknya yang masih berusia 1 tahun sebagai tempat tinggal layaknya rumah.

Satu ruangan difungsikan sebagai kamar tidur sekaligus dapur. Jangankan ruang tamu, kamar mandi pun tak ada. Untuk urusan MCK, mereka mengandalkan sebuah kakus yang dibangun di semak belukar area kebun samping rumah.

“Untuk masak seringnya pakai tungku, tapi karena akhir-akhir ini hujan terus ya pakai gas. Kalau listrik kita nyalur dari rumah Pak Tyo, kemarin mau bayar tapi malah digratiskan, tidak boleh bayar,” kata Ningsih saat ditemui sejumlah awak media, Rabu (20/1).

Ningsih bersama Sugeng lalu menceritakan aktivitas kesehariannya. Mereka mulai tinggal di rumah itu sejak sekitar setahun silam. Sebelumnya, mereka mengontrak di daerah Kecamatan Kutoarjo dan mencari nafkah dengan berjualan jajanan anak-anak di sekitar Alun-alun Kutoarjo.

“Tapi sejak ada pendemi kami tidak bisa jualan dan akhirnya tinggal di sini. Tanah yang kita tempati ini milik saudaranya suami (Sugeng, red), sudah dibolehkan untuk tinggal sementara seperti ini,” ujarnya.

Sejak saat itulah, mereka hidup ala kadarnya, mengandalkan hasil kebun untuk makan sehari-hari. Sugeng yang semula kerja serabutan, sudah sebulan ini mengganggur karena sulitnya mencari pekerjaan.

Sugeng mengaku sebetulnya tidak tega terhadap anaknya yang masih balita dan membutuhkan asupan nutrisi. Apalagi, Ningsih tengah hamil tua, usia 8 bulan.

“Belum pernah dapat bantuan sosial, sembako atau uang. Ini untuk periksa kandungan saja sudah sebulan telat karena tidak ada biaya,” kata Sugeng.

“Pernah dapat bantuan itu kasur dari S3 (komunitas Sedekah Seribu Sehari) sekitar enam bulan lalu,” timpal Ningsih.

Sugeng mengaku tidak tahu persis prosedur bantuan. Namun, dimungkinkan karena mereka memang bukan warga asli Desa Trirejo. Hingga saat ini, Sugeng masih tercatat sebagai warga Semarang, sedang Ningsih ber-KTP Banten.

Sejak tinggal di kebun itu, mereka memang belum pernah mengurus surat pindah domisili karena terbentur biaya wira-wiri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: