Negara Miskin Kesulitan Dapatkan Vaksin Covid-19, WHO Minta Negara Kaya Tak Boleh Serakah
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendesak negara-negara kaya untuk tidak serakah membeli vaksin virus corona (Covid-19). Sebab, sikap tersebut membuat negara kecil kesulitan mendapatkan pasokan.
"Negara kaya menguasai pasokan vaksin. Tidak ada negara yang dikecualikan dan bisa memotong antrean demi melakukan vaksinasi terhadap seluruh rakyat mereka, sementara penduduk negara lain belum mendapatkan vaksin," kata Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, seperti dilansir Reuters, Sabtu (9/1).
Selain itu, Tedros juga mendesak supaya para perusahaan farmasi pembuat vaksin harus berhenti meneken perjanjian jual beli bilateral.
"Kami mengajak negara-negara yang mempunyai stok vaksin berlebih supaya segera memberikannya kepada lembaga pemerataan vaksin, COVAX," ujarnya.
Pernyataan Tedros itu disampaikan tidak lama setelah Uni Eropa meneken perjanjian pembelian vaksin corona dari Pfizer dan BioNTech sebanyak 300 juta dosis. Perjanjian penjualan itu membuat setengah dari jumlah produksi vaksin Pfizer-BioNTech pada 2021 dikuasai Uni Eropa.
"Hal ini menjadi masalah bagi dunia di mana terjadi ketidakadilan dan ketimpangan antara negara kaya dan miskin. Padahal, semua negara berhak mendapatkan vaksin yang cukup untuk melindungi penduduk mereka dari ancaman penyakit," tuturnya.
Akan tetapi, kata Tedros, belakangan situasi semakin tidak kondusif dan negara-negara kaya seolah kalap membeli vaksin akibat kekhawatiran penyebaran virus corona yang bermutasi di Inggris dan Afrika Selatan.
"Saat ini negara-negara berada seperti Amerika Serikat, Inggris, Uni Eropa, Swiss dan Israel berada di dalam daftar tunggu pertama untuk mendapatkan vaksin Covid-19 dari berbagai perusahaan farmas seperti Pfizer-BioNTech, Moderna serta AstraZeneca," imbuhnya.
Untuk mencegah supaya vaksin tidak dikuasai negara-negara tertentu, WHO meminta para produsen memberikan data secara langsung hasil produksi vaksin mereka dalam sehari, sehingga bisa dipantau.
"COVAX sampai saat ini berhasil menggalang dana antara USD6 miliar - USD7 miliar untuk membantu pengadaan vaksin bagi 92 negara berkembang," kata Kepala Bidan Darurat WHO, dr. Mike Ryan.
Ryan juga mendesak, supaya seluruh negara di dunia memprioritaskan tenaga kesehatan dan kelompok usia rentan untuk paling awal disuntik vaksin corona.
"Apa kita akan membiarkan mereka yang dalam usia rentan dan orang-orang yang berisiko tinggi tertular dan meninggal karena virus ini?," ujarnya.
Dapat disampaikan, bahwa Uni Eropa (UE) telah mencapai kesepakatan baru dengan Pfizer dan BioNTech untuk memasok 300 juta dosis vaksin Covid-19 tambahan. Perjanjian itu dilakukan setelah UE membeli dosis vaksin dengan jumlah yang sama sebelumnya.
Kepala Komisi Eropa, Ursula von der Leyen mengatakan, langkah itu memungkinkan UE menggandakan pesanan vaksin dari Pfizer-BioNTech yang diberi nama Comirnaty menjadi 600 juta dosis. Jumlah itu hampir setengah dari total produksi global Pfizer-BioNTech pada 2021, yakni sebanyak 1,3 miliar dosis vaksin.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: