Politisi PAN Sebut Berinvestasi di Indonesia Mahal, tapi Hasilnya Sedikit
Penerapan Undang-Undang Cipta Kerja harus dikawal. Terutama dalam menarik investasi. Kemudahan perizinan dan revisi dalam aturan sapu jagat ini diharapkan bisa mempercepat memulihkan perekonomian.
Anggota Komisi II DPR RI Guspardi Gaus menilai saat ini modal untuk berinvestasi di Indonesia masih mahal. Namun hasilnya sedikit.
Birokrasi yang tidak efisien, biaya logistik yang tinggi, pengadaan lahan yang rumit, serta regulasi yang tumpang tindih menjadi halangan bagi investor untuk berinvestasi di Indonesia.
UU No 11 tahun 2020 bukan berarti sempurna. Ciptaker memiliki kelemahan namun nilai positif dari Ciptaker juga tidak sedikit.
Dia menilai ada banyak kemudahan-kemudahan untuk dunia bisnis, termasuk untuk UMKM di dalamnya. Seperti legalitas usaha yang dulu sulit didapat sekarang akan dipermudah dan disederhanakan serta pemberian sertifikat halal gratis dari pemerintah kepada UMKM dan berbagai kemudahan lainnya.
Politisi PAN ini juga menjelaskan terkait persoalan yang menjadi polemik dalam penerapan UU Ciptaker. Seperti pemangkasan kewenangan daerah yaitu pemerintah provinsi/kabupaten/kota.
"Tentang apa yang diinterpretasi sebagai pemangkasan kewenangan daerah, saya pikir itu sebenarnya adalah upaya penyelarasan pusat dan daerah. Jadi, nanti pemerintah melalui PP akan mendelegasikan kewenangan kepada provinsi/kabupaten/kota," ujarnya, Jumat (25/12).
Melalui penerapan UU Ciptaker, ditargetkan Indonesia dapat meningkatkan menjadi 40 dunia setelah diterapkan UU Cipta kerja ini.
Dia mendorong agar sikap kritis tersebut diwujudkan dalam kajian yang matang untuk dijadikan sebagai rekomendasi terhadap pemerintah agar Ciptaker bisa diterapkan dengan baik sehingga kehadiran UU tersebut benar-benar dirasakan dan bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat.
Sebelumnya, setelah mengundang 106 Rektor untuk melakukan uji sahih sepekan lalu, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menggelar Focus Group Discussion (FGD) Undang-Undang (UU) No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan dan Rancangan Peraturan Pelaksanaannya (RPP).
Empat RPP yang terus dikebut untuk dirampungkan yakni RPP Tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing; RPP Tentang Hubungan Kerja, Waktu Kerjadan Waktu Istirahat, serta Pemutusan Hubungan Kerja; RPP Tentang Pengupahan (Revisi sebagian PP No. 78 Tahun 2015); dan RPP Tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).
Sekjen Kemnaker Anwar Sanusi mengatakan, partisipasi masyarakat pada tatanan pemerintahan yang demokratis menghendaki adanya keterlibatan publik dalam proses pengambilan keputusan.
Anwar Sanusi menegaskan UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan telah memberikan ruang bagi masyarakat untuk berpartisipasi di dalam pembentukan RPP.
Menurutnya, hal ini menuntut adanya relasi antara masyarakat dengan Pemerintah dalam proses pembentukan RPP. "Dari relasi tersebut diharapkan dapat memberikan manfaat bagi penciptaan Peraturan Pemerintah (PP) yang responsif, " katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: