Mangkir Dua Kali, Penemu Obat Covid-19 Hadi Pranoto Akan Dijemput Paksa

Mangkir Dua Kali, Penemu Obat Covid-19 Hadi Pranoto Akan Dijemput Paksa

Hadi Pranoto yang mengklaim menemukan obat COVID-19 akan dijemput paksa polisi. Sebab dua kali panggilan, Hadi tak kunjung dapat diperiksa.

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus mengatakan akan melakukan upaya jemput paksa terhadap Hadi Pranoto. Upaya ini dilakukan jika nanti pada panggilan ketiga, Hdi tak memenuhi panggilan penyidik.

"Tentunya sudah tidak ada lagi pemanggilan jika tiga kali tak hadir, yang ada perintah jemput paksa. Ini makanya kami sedang kordinasi dengan kuasa hukum untuk menjadwalkan, agar jangan sampai tidak hadir," tegas Yusri di Mapolda Metro Jaya, Kamis (27/8).

Dijelaskannya, Hadi pada panggilan pertama, Kamis 13 Agustus lalu, mangkir. Lalu pada panggilan kedua pada Senin (24/8), ia sempat hadir. Namun, batal menjalani pemeriksaan dan menjawab pertanyaan penyidik.

"Ia merasa masih sakit dan drop. Karenanya sempat diperiksa Biddokes Polda Metro Jaya. Namun Biddokkes menyatakan yang bersangkutan sebenarnya tidak apa-apa. Tapi ia bersikeras sakit dan masih rawat jalan, sehingga kami beri kesempatan," kata Yusri.

Yusri menambahkan, Hadi juga sempat diminta untuk menjalani rapid test. Akan tetapi dia menolak. "Memang ada upaya kita untuk melakukan rapid test, tapi dia tidak mau," ujar Yusri.

Kini pihaknya masih berkoordinasi dengan tim pengacara Hadi Pranoto, untuk bisa menjadwalkan pemanggilan ulang.

Pakar Farmakologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Zullies Ikawati meminta agar masyarakat tidak mengklaim penemuan obat COVID-19 tanpa ada proses riset yang baik, benar, dan teruji keakuratan serta validitasnya.

"Jangan buru-buru melakukan klaim sebelum data di-review, baik melalui jurnal ilmiah atau evaluasi oleh BPOM. Kalau data belum dipastikan valid dan akurat, jangan terburu-buru disampaikan ke publik," katanya dalam keterangan tertulisnya.

Guru Besar Fakultas Farmasi UGM ini mengatakan jika obat digunakan tanpa proses riset yang baik, benar, dan teruji keakuratannya, justru berpotensi membahayakan masyarakat.

Menurutnya, semua uji klinis dalam penemuan obat, termasuk COVID-19 harus dilakukan sesuai koridor penelitian yang akurat dan valid. Tak hanya itu, uji klinis juga perlu mengikuti prosedur yang terbuka dan transparan.

"Ada sejumlah aturan dalam uji klinis yang wajib dipenuhi oleh peneliti yang tertuang dalam pedoman cara uji klinik yang baik (CUKB)," ungkapnya.

CUKB merupakan suatu standar kualitas etik dan ilmiah yang diacu secara internasional untuk mendesain, melaksanakan, mencatat, dan melaporkan uji klinik yang melibatkan partisipasi subjek manusia.

Dengan mematuhi standar itu, akan memberikan kepastian kepada publik bahwa hak, keamanan, dan kesejahteraan subjek uji klinik dilindungi dan data yang dihasilkan bisa dipercaya.

Sumber: