Sekolah di Zona Merah dan Oranye Tak Boleh Buka, Pemerintah Harus Awasi Ketat Pemda

Sekolah di Zona Merah dan Oranye Tak Boleh Buka, Pemerintah Harus Awasi Ketat Pemda

Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) diminta melakukan pengawasan ketat kepada Pemerintah Daerah (Pemda). Menyusul, adanya temuan satuan pendidikan dan tidak mematuhi Surat Keputusan Bersama (SKB) empat Menteri dalam pembukaan sekolah.

Salah satunya, kasus di Tanjung Pandang, Sumatra Barat. Terjadi kasus guru positif virus korona (covid-19) di SMPN 2, SMPN 3 dan SMPN 4 wilayah Tanjung Padang. Ketiga SMP tersebut tidak mengisi daftar periksa pembukaan sekolah.

Wakil Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Fahriza Tanjung meminta, pemerintah pusat memberikan sanksi tegas kepada pemerintah daerah yang tidak mematuhi aturan tersebut.

"Pemda bisa secara serius mengelola pembukaan sekolah di wilayah masing-masing. Kalau tidak ada sanksi tidak efektif," kata Fahriza saat konferensi virtual, seperti ditulis Senin (24/8)

Fahriza menyatakan, bahwa pemberian sanksi ini sudah diusulkan kepada Kemendikbud. Namun sayangnya, usulan tersebut terhalang karena adanya kebijakan otonomi daerah.

"Tapi harusnya Kemendikbud tidak bisa serahkan persoalan yang timbul kepada Pemda atau ke sekolah. Kemendikbud tetap harus tanggungjawab," ujarnya.

Menurut Fahriza, pelanggaran yang dilakukan sekolah harus diberikan sanksi tegas. Sebab jika tidak, akan mebahayakan warga pendidikan yang berpotensi terinfeksi covid-19.

"Saya kira harus ada sanksi. Kalau misalnya sampai memberhentikan kepala sekolah, bisa bertahap mulai dari teguran, surat peringatan," tuturnya.

Dewan Pengawas Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Retno Listiyarti, menilai Surat Keputusan Bersama (SKB) empat Menteri tentang pembukaan sekolah di zona kuning dan hijau tak terlalu mengikat. Sebab, penentuan siswa bisa ke sekolah untuk belajar tatap muka ada di orang tua.

"Orang tua jadi penentu, seoalah kalau anaknya terinfeksi maka pemerintah bisa melempar tanggung jawab," ujar Retno

Retno mengatakan, pemerintah juga tak bisa memberi kepastian sanksi bagi pelanggar SKB empat menteri tersebut. Sebab, aturan yang dibuat bersifat tidak wajib.

"Kata tidak mewajibkan yang disebut para menteri berarti tidak ada sanksi. Karena sanksi bisa dijatuhkan kalau aturan itu bersifat wajib," ujarnya.

Menurut Retno, situasi belajar tatap muka menjadi serba tidak pasti. Sebab, pemda pada tidak menelisik secara serius kondisi sekolah yang ingin melakukan pembelajaran tatap muka.

Salah satu contohnya, pembukaan sekolah di SMP Kabupaten Toba Samosir, Sumatra Utara. Di mana, dari 51 SMP yang buka di Toba Samosir, tak seluruhnya bisa menjalankan protokol kesehatan dengan baik.

Sumber: