Kasus Positif Covid-19 di Indonesia Sudah 147.211 Orang, Persentase Kematian di Atas Rata-rata Dunia

Kasus Positif Covid-19 di Indonesia Sudah 147.211 Orang, Persentase Kematian di Atas Rata-rata Dunia

Seluruh dokter yang ada di Indonesia agar betul-betul dapat memilih pengobatan yang terbaik. Khusus untuk masyarakat, informasi ini hanya untuk pengetahuan. Karena obat-obatan tersebut hanya diberikan atas rekomendasi dokter. Tidak bisa dikonsumsi atas inisiatif sendiri," tegas Wiku.

Sementara itu, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Penny Lukito menyatakan pihaknya tengah memeriksa validitas riset obat COVID-19 yang dikembangkan peneliti Universitas Airlangga (Unair) bersama TNI AD dan BIN.

Sebelumnya, obat COVID-19 Unair tersebut sempat viral. Sejumlah pihak mempertanyakan bukti ilmiah serta khasiat produk farmasi yang diteliti kampus nasional terkemuka dari Surabaya itu.

Tidak sedikit kalangan akademik mempertanyakan tahapan ilmiah obat tersebut. Tim peneliti Unair pun menyerahkan berbagai dokumen kelengkapan terkait informasi pengembangan obat COVID-19 tersebut kepada BPOM, selaku otoritas yang memberi perizinan farmasi dan vaksin di Indonesia.

Atas dokumen tersebut, Penny mengatakan masih akan mempelajarinya. BPOM, lanjutnya, terbuka dengan produk farmasi temuan anak bangsa. Namun, sebagai obat COVID-19, tetap harus memenuhi persyaratan keamanan.

Dari hasil inspeksi BPOM terhadap proses uji klinik obat COVID-19 yang dikembangkan Unair, terdapat beberapa catatan gap riset. Mulai dari kategori kritis, mayor sampai minor. "Dikaitkan dengan uji klinik dari obat kombinasi yang dilakukan tim Unair, dalam inspeksi 28 Juli 2020, BPOM temukan beberapa gap yang sifatnya kritis, mayor dan minor," terang Penny.

Gap kritis tersebut dampaknya terkait validitas dari proses uji klinik obat COVID-19 Unair. Validitas hasil inspeksi itu menjadi perhatian BPOM. Dia menyebut BPOM menerima konfirmasi tim periset Unair siap melakukan perbaikan-perbaikan agar obat COVID-19 buatan anak bangsa itu nantinya dapat dipakai masyarakat dengan jaminan keamanan produk.

"Sejatinya dalam penelitian sudah terbiasa dengan masukan. Sehingga obat COVID-19 dari Unair dapat terus dikembangkan dengan perbaikan di beberapa hal. Penelitian seperti itu ada hal yang harus dilaporkan, dikoreksi, disampaikan ke pemberi izin, yang memberi izin, memonitor inspeksi. Ini upaya bersama menemukan obat menghadapi krisis pandemi COVID-19. Tugas BPOM adalah mendampingi dan memastikan obat dan vaksin yang aman, bermutu, dan memberikan efek khasiat," paparnya.

BPOM, jelas Penny, memberikan pendampingan perizinan untuk obat tersebut sebagai bagian pelayanan publik untuk mempercepat berakhirnya krisis COVID-19. Namun, BPOM juga wajib melindungi masyarakat. Sehingga perizinan dilakukan dengan seksama. Tujuannya agar produk yang dipakai masyarakat tidak membahayakan dan memenuhi persyaratan keamanan.

Terpisah, pakar virologi Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FKKMK) UGM (Universitas Gajah Mada) Mohamad Saifudin Hakim menyatakan vaksin bukan satu-satunya solusi menghentikan COVID-19.

"Pemerintah tetap perlu melakukan berbagai upaya pencegahan persebaran COVID-19 ini secara maksimal. Masyarakat harus disiplin melaksanakan upaya pencegahan penularan. Tidak boleh kendor," jelas Saifudin.

Menurutnya, wabah virus sebelumnya seperti SARS-CoV pada 2002-2003 dan MERS-CoV pada 2012 berhasil dihentikan tanpa vaksin. Bahkan, ada negara-negara yang sukses menahan laju peningkatan kasus COVID-19. Seperti Cina, Korea Selatan, Selandia Baru, dan Taiwan. "Tindakan pencegahan seperti isolasi kasus, pelacakan kontak, dan karantina, penjarakan fisik, memakai masker, cuci tangan, dan karantina komunitas sangat diperlukan," terangnya.

Meski saat ini produk vaksin Sinovac tengah diuji secara klinis, Saifudin meminta jangan diklaim efektif digunakan. Sebab perlu menunggu hasil uji klinis. "Jangan buru-buru menyimpulkan vaksin yang sedang diuji klinis sekarang pasti akan efektif. Ini kesimpulan yang terlalu dini," paparnya.

Ia menilai kandidat vaksin yang sudah masuk ke uji klinis fase 3 tidak menjamin uji klinis akan berhasil. Banyak kandidat vaksin yang sudah menjalani uji fase 3, namun gagal. Sebab, terbukti tidak efektif.

Meski begitu, Saifudin berpendapat pengembangan vaksin COVID-19 menjadi salah satu upaya yang dilakukan banyak negara menghentikan pandemi. Bila hasil uji coba vaksin Sinovac berhasil, lalu dimasukkan program imunisasi nasional, kontinuitas program bergantung pada suplai vaksin. Dia berharap Indonesia bisa memproduksi sendiri.

Sumber: