Diduga Ada Aliran Dana Besar, Kasus Surat Jalan Djoko Tjandra Sebaiknya Diambil Alih KPK

Diduga Ada Aliran Dana Besar, Kasus Surat Jalan Djoko Tjandra Sebaiknya Diambil Alih KPK

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta mengambil alih kasus dugaan pemalsuan surat jalan terpidana perkara pengalihan hak tagih Bank Bali, Djoko Tjandra. Dikatakan, terdapat sejumlah pasal dalam UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang dapat diterapkan KPK dalam mengusut kasus tersebut.

Pengajar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Indonesia Choky Ramadhan mengatakan, lembaga antirasuah dapat mengambil alih kasus ini jika ditemukan adanya aliran dana dari Djoko Tjandra dalam pembuatan surat yang memudahkannya keluar-masuk wilayah Indonesia.

"Itu bisa menjadi peluang KPK untuk menangani pemalsuan surat ini," ujar Choky dalam diskusi daring 'Pasca-penangkapan Djoko Tjandra: Apa Yang Harus Dilakukan', Rabu (5/8) kemarin.

Selain surat dari polisi, Choky menyatakan, KPK dapat menerapkan pasal suap terkait proses pembuatan e-KTP Djoko Tjandra di Kelurahan Grogol Selatan serta penerbitan paspor oleh Direktorat Jenderal Imigrasi.

Selain itu, KPK juga bisa menggunakan Pasal 9 Undang-Undang Tipikor yang mengatur, pegawai negeri atau pegawai negeri sipil dapat dipidana, apabila dengan sengaja memalsukan buku-buku atau daftar-daftar yang khusus untuk pemeriksaan administrasi. Pelaku pemalsuan dokumen dapat diancam pidana maksimal 5 tahun penjara dan denda Rp250 juta.

Sementara itu, Sekjen Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Julius Ibrani mendorong KPK untuk proaktif dalam mengusut skandal pelarian Djoko Tjandra. KPK, kata dia, seharusnya tidak hanya menunggu pelimpahan dari aparat penegak hukum lain untuk menangani kasus tersebut.

"Sepatutnya, KPK masuk tanpa perlu dipersilahkan tanpa perlu juga menunggu untuk dilimpahkan," kata Julius.

Julius menerangkan, KPK dalam mengusut kasus Djoko Tjandra, tidak dapat menerapkan Pasal 21 UU Tipikor terhadap pihak yang diduga menghalangi proses hukum atau obstruction of justice. Hal ini lantaran Djoko Tjandra telah berstatus terpidana sehingga proses hukumnya telah selesai.

Hanya saja, Julius mengingatkan surat jalan maupun surat bebas COVID-19 yang diperoleh Djoko Tjandra masuk delik tindak pidana korupsi karena diduga diterbitkan dan dibantu oleh aparat negara yakni Brigjen Prasetijo Utomo selaku Kepala Biro Pengawasan (Korwas) PPNS Bareskrim. Julius menduga kuat proses terbitnya surat tersebut diwarnai praktik suap.

"Saya menduga dengan amat sangat kuat, karena tidak ada makan siang gratis, makan pagi gratis, mungkin malam malam gratis. Tetapi dokumen negara yang begitu rahasia, begitu tinggi tensinya, saya pikir ini tidak mungkin dilakukan secara gratis," katanya.

Apalagi, menurutnya, beredar informasi di media sosial yang perlu dibuktikan kebenarannya mengenai adanya biaya dalam setiap dokumen negara yang diperoleh Djoko Tjandra.

"Ini yang perlu digali lebih lanjut oleh KPK tanpa perlu menunggu pelimpahan, tanpa perlu menunggu pintu masuk obstruction of justice," tegas Julius.

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan, pihaknya siap turun tangan untuk mengusut indikasi suap di balik keluar masuknya Djoko Tjandra di Indonesia. Hanya saja, sepanjang diduga ada potensi suap atau gratifikasi dalam peristiwa tersebut.

"Jikalau ada indikasi suap, misalnya ada indikasi atau gratifikasi, tentu kami akan melakukan penindakan lebih lanjut," kata Ghufron.

Sumber: