Dibiayai Rp500 Triliun kok PLN Diminta Tak Lagi Fokus pada Program Pembangkit 35.000 MW?

Dibiayai Rp500 Triliun kok PLN Diminta Tak Lagi Fokus pada Program Pembangkit 35.000 MW?

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) meminta Perusahaan Listrik Negara (PLN) agar tidak lagi fokus ke program pembangkit 35.000 MW, akan tetapi lebih fokus kepada transmisi dan distribusi. Hal ini dilakukan untuk menambah demand konsumen listrik.

"Kita sendiri dari sisi pemerintah juga sudah mengimbau, meminta agar PLN sedikit mengalihkan fokusnya tidak lagi ke pembangkitan di 35.000 MW. PLN itu sudah didorong agar tidak lagi fokus di pembangkit tetapi lebih banyak di transmisi dan distribusi, agar listrik semakin banyak yang beli," ujar Direktur Jenderal Ketenagalistrikan ESDM, Rida Mulyana melalui keterangan tertulisnya, Sabtu (1/8).

Adapun hingga bulan Juni 2020, sebanyak 200 unit pembangkit, dengan total daya 8.187 MW telah beroperasi (Commercial Operation Date/COD) dan masuk ke dalam sistem kelistrikan nasional.

Jumlah tersebut menambah Kapasitas terpasang pembangkit listrik terus meningkat, di mana sampai dengan Mei 2020 total kapasitas terpasang pembangkit listrik sebesar 70,9 GW. Kapasitas ini mengalami penambahan sebesar 1,2 GW dibandingkan dengan tahun 2019.

"Dari 35,53 GW itu ada yang sudah COD atau beroperasi kurang lebih 200 unit. Yakni sebesar 8,2 GW atau 23%. Selain itu, jumlah pembangkit yang sedang dalam tahap konstruksi ada 98 unit, sebesar 19,25 GW atau 54%," jelas Rida.

Rida juga memaparkan, untuk pembangkit yang sudah tanda tangan kontrak, tetapi belum memulai konstruksi ada 45 unit atau 6,5 GW (19%). Sementara yang masih dalam tahap pengadaan dan perencanaan ada 54 unit atau 1.563 GW.

"Ini seluruhnya ada di PLN. Karena saat ini ada penurunan demand, maka kemudian PLN nanti di RUPTL akan digeser jadwal COD-nya agar tidak membebani lebih jauh ke operasional PLN," imbuhnya.

Selain peningkatan kapasitas terpasang pembangkit listrik, pemerintah berupaya untuk terus meningkatkan akses listrik yang merata ke seluruh Indonesia. Sampai dengan Semester I tahun 2020, rasio elektrifikasi nasional mencapai 99,09%.

Sedangkan Rasio Desa Berlistrik Nasional sampai mencapai 99,51%. Salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan Rasio Elektrifikasi Nasional adalah dengan menjalankan program melistriki 433 desa belum berlistrik melalui perluasan jaringan, pembangunan minigrid, dan program tabung listrik.

Selain itu Kementerian ESDM juga telah menginstruksikan PLn terkait mekanisme pelaksanaan pemberian diskon tarif Pelanggan Rumah Tangga, Bisnis dan Industri sebagai bagian stimulus ekonomi.

"Perlu kami sampaikan bahwa bantuan ini bersifat sementara, sebagai wujud kehadiran negara khususnya bagi masyarakat yang paling terdampak akibat pandemi covid-19 ini," tegas Rida

Keringanan yang telah diberikan antara lain diskon 100% bagi pelanggan rumah tangga daya 450 VA (R1/TR 450 VA) dari April s.d. September 2020, diskon 50% bagi pelanggan rumah tangga daya 900 VA (R1/TR 900 VA) bersubsidi, serta diskon 100% bagi pelanggan bisnis kecil daya 450 VA (B1/450 VA) dan industri kecil daya 450 VA (I1/450 VA) dari Mei s.d.Oktober 2020.

"Pemerintah memperhatikan dampak Covid-19 bagi kehidupan kita. Intinya kita hidup dengan Covid-19 dan dampaknya, pemerintah berupaya memitigasi risiko. Pemerintah berhitung. Untuk masyarakat yang paling terdampak dan berdampak kepada perekonomian nasional negara harus hadir," pungkas Rida.

Sementara itu, PLN mengklaim ada kenaikan penjualan listrik meskipun di tengah pandemi Covid-19. Lewat laporan keuangan semester 1 tahun 2020, PLN mencatat penjualan listrik naik 0,95% atau 1,129 GWh dari 118,522 GWh pada semester 1 tahun 2019 menjadi 119,651 GWh pada semester 1 tahun berjalan.

Sumber: