Diduga Ada Oknum Jaksa Lain Terlibat Pelarian Djoko Tjandra, Abdul Fickar: Bertemu sampai Sembilan Jangan Hany

Diduga Ada Oknum Jaksa Lain Terlibat Pelarian Djoko Tjandra, Abdul Fickar: Bertemu sampai Sembilan Jangan Hany

Dugaan peranan oknum jaksa lain yang diduga terlibat dalam pelarian Djoko Tjandra, harus segera diusut tuntas Jaksa Agung ST Burhanuddin.

Djoko Tjandra adalah buronan kasus pengalihan hak tagih Bank Bali. Dia buron sejak tahun 2009 dan ditangkap pada Kamis (30/7) di Malaysia.

“Kejaksaan itu lembaga paling strategis dalam sistem peradilan pidana karena di tangannya kekuasaan yang setiap kali potensial diperjualbelikan,” kata pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Ficar Hadjar kepada wartawan, Sabtu (1/8)

Kejaksaan Agung, sebelumnya mencopot Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Bidang Pembinaan, Pinangki Sirnamalasari dari jabatannya.

Pinangki dicopot dari jabatannya karena diduga betemu dengan buronan Djoko Tjandra di Malaysia pada 2019 lalu.

Selain Pinangki, Kejagung juga melakukan pemeriksaan internal terhadap Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, Nanang Supriatna yang diduga bertemu pengacara Djoko Tjandra, Anita Kolopaking.

Fickar menyebutkan, kekuasaan jaksa dalam proses hukum antara lain membawa atau menghentikan sebuah kasus, mendakwa dan menuntut dengan pasal yang berat atau ringan, hingga mengeksekusi terpidana. Kekuasaan tersebut yang bisa dimainkan oknum kejaksaan.

“Jadi oknum-oknum dari kejaksaan harus dibawa ke pengadilan,” ujarnya.

Menurutnya, para pihak yang berhubungan dan membantu seorang buronan padahal memiliki kewajiban menangkap sudah memenuhi unsur pidana. Apalagi kejaksaan yang memang tugas dan fungsinya dalam perkara pidana sebagai eksekutor.

“Karena itu tidak cukup jika kejaksaan menindak aparatnya yang bertemu bahkan sampai sembilan kali hanya dihukum disiplin. perbuatamnya sudah memenuhi unsur pidana Pasal 223 jo 426 KUHP,” katanya.

Djoko Tjandra ditangkap tim yang dipimpin oleh Kabareskrim Komjen Listyo Sigit Prabowo setelah Presiden Joko Widodo memerintahkan untuk menangkap Djoko Tjandra dan kini telah diserahkan ke Kejagung.

Djoko Tjandra sempat masuk ke red notice Interpol sejak 2009. Namun, kejaksaan dinilai diam bahkan sampai nama Djoko Tjandra terhapus dari basis data Interpol setelah melewati batas waktu, yaitu lima tahun.

Padahal, seharusnya kejaksaan harus yang paling mengetahui persoalan red notice. (rmol/zul)

Sumber: