Rugikan Negara Rp4,3 Triliun, Aturan Cukai Rokok Didesak Segera Direvisi

Rugikan Negara Rp4,3 Triliun, Aturan Cukai Rokok Didesak Segera Direvisi

Dianggap berpotensi merugikan negara hingga triliunan rupiah, pakar kebijakan publik dan ekonom mendesak pemerintah untuk segera melakukan revisi kebijakan. Utamanya terkait Peraturan Peraturan Direktur Jenderal (Perdirjen) Bea Cukai Nomor 37/2017 tentang Tata Cara Penetapan Tarif Cukai Tembakau.

Pemerhati kebijakan publik dan Koordinator Divisi Monitoring Hukum dan Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho mempertanyakan dalam aturan tersebut produsen boleh menjual di bawah 85 persen dari Harga Jual Eceran (HJE) dengan syarat tidak boleh lebih dari 40 kota yang disurvei kantor Bea Cukai.

"Nah, ini belum ditemukan naskah akademiknya terkait peraturan dan penjelasan mengenai dasar 50 persen cakupan pengawasan atau 40 kantor wilayah bea cukai ini," ujarnya di Jakarta, kemarin (2/7).

Selain itu, dia juga menyoroti aturan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 152 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas PMK Nomor 146 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau. Dalam aturan ini ditegaskan harga jual rokok tidak boleh lebih rendah dari HJE per batang atau gram. Namu nyataya, kata dia, temuan di lapangan masih banyak mereka ebsar yang menjual dan mengiklan harga rokoknya jauh d bawah 85 harga banderol.

Dia mencontohkan, ada salah satu merek rokok dengan banderol Rp34 ribu namun dijual dengan harga Rp25 ribu atau 74 persen banderol. Karenanya, ia mengkalkulasi akibat kebijakan tersebut negara berpotensi kehilangan pendapatan dari cukai mencapai Rp2,6 triliun.

Senada dengan penelitian yang dilakukan Institute for Development of Economics (INDEF), bahwa menemukan Pajak Penghasilan (PPh) Badan berpotensi lenyap mencapai sekitar Rp1,7 triliun pada 2019. Ini terindikasi banyak produk rokok yang menjual di bawah 85 persen dari HJE. "Terindikasi merek rokok tidak sesuai batas di wilayah yang disurvei, sehingga tidak dikenakan penyesuaian seperti yang diatur," kata Direktur Eksekutif INDEF, Tauhid Ahmad. "Terdapat indikasi merek rokok tidak sesuai batas di wilayah yang disurvei, sehingga tidak dikenakan penyesuaian seperti yang diatur," ujar Tauhid.

Oleh karena iti, INDEF mengajukan tiga rekomendasi kepada pemerintah. Pertama, melakukan langkah korektif dengan mengkaji kembali struktur tarif cukai. Kedua, menempatkan instrumen tegas pada produsen rokok yang memanfaatkan batasan produksi dengan cara penciptaan merek baru dan afiliasi produksi. "Terakhir, menerapkan kebijakan Harga Transaksi Pasar (HTP) sama dengan HJE atau mempersempit wilayah survei dari saat ini sebanyak 40 kota," pungkasnya.(din/fin)

Sumber: