Tak Hanya Ngutang ke Luar Negeri, Pemerintah Juga Punya Utang Rp96,5 triliun ke Pertamina
Pemerintah mempunyai utang yang cukup besar ke PT Pertamina (Persero). Total utang kompensasi pemerintah atas selisih Harga Jual Eceran (HJE) mencapai Rp96,5 triliun.
Namun begitu, rencananya tahun ini, pemerintah akan membayar sebesar Rp45 triliun. Hal ini ditegaskan oleh Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati saat rapat dengan Komisi VI DPR yang disiarkan secara virtual, Senin (29/6) kemarin.
“Jadi totalnya utang pemerintah ke Pertamina sebetulnya Rp96,5 triliun, terdiri dari utang 2017 Rp20,78 triliun, 2018 Rp44,85 triliun, 2019 Rp30,84 triliun. Jadi totalnya adalah Rp96,53 triliun,” kata Nicke.
Nicke menjelaskan, Pemerintah akan membayar sebesar Rp45 triliun di tahun 2020, sisanya akan dicicil di tahun 2021 dan 2022. “Dengan adanya pencairan di tahun ini sebesar Rp45 triliun, maka masih ada sisa sebesar Rp51,53 triliun yang rencananya akan dibayarkan di tahun depan dan tahun depannya lagi,” ujar Nicke.
Nicke menjelasakan, semua proses seperti dari sisi volume BBM sudah diverifikasi oleh Kementerian ESDM. Sementara persoalan atau syarat lainnya juga sudah diselesaikan oleh pihak-pihak terkait.
“Dari sisi angkanya sudah diaudit BPK dan sudah disetujui oleh Kemenkeu jadi tinggal pembayarannya saja. Alokasi pembayarannya pun sudah masuk juga di Kemenkeu,” ungkap Nicke.
Sementara itu, Direktur Keuangan Pertamina Emma Sri Martini mengatakan pembayaran utang Pemerintah di tahun ini terdiri dari subsidi atau kompensasi selisih penjualan eceran solar dan premium pada 2017 sebesar Rp20,7 triliun, dan Rp24,2 triliun kompensasi pada 2018.
"Utang tersebut tidak memasukkan cost of fund. Cost of fund tersebut menjadi beban yang harus ditanggung perseroan," jelasnya.
Di sisi lain, memasuki era new normal, Pertamina klaim ada peningkatan dalam konsumi BBM. Ini terjadi sejak tangg 8 Juni 2020. Konsumsi BBM naik menjadi 114 ribu KL per hari, atau 10 persen dari masa-masa diberlakukannya PSBB.
Vice President Corporate Communication Pertamina, Fajriyah Usman menyatakan konsumsi BBM mulai mengalami kenaikan seiring dengan mulai dibukanya sarana transportasi umum dan kendaraan pribadi, industri, perkantoran, dan juga pusat perbelanjaan serta pelaku UMKM.
Meskipun naik 10%, pemakaian BBM di masa new normal masih di bawah rata-rata pemakaian pada masa sebelum pandemi corona.
"Jika selama PSBB, konsumsi BBM secara umum mengalami penurunan sekitar 26%, saat ini penurunannya berkurang menjadi sekitar 16 % dibanding rerata konsumsi normal,” ujar Fajriyah di Jakarta Sabtu (27/6).
Fajriyah menjelaskan, jelang semester kedua 2020 dengan kebijakan transisi new normal, konsumsi gasoline tercatat 78,82 ribu KL sementara konsumsi gas oil mencapai 34,99 ribu KL. Dia mengatakan, Pertamina akan terus menjalankan tugasnya. menyediakan energi untuk negara.
"Pertamina tetap mendistribusikan BBM ke seluruh pelosok negeri, sehingga seluruh SPBU tetap beroperasi melayani konsumen baik pada masa PSBB, New Normal maupun Normal. Selain itu, program promosi cashback dan Berbagi Berkah My Pertamina juga tetap berlanjut sebagai stimulus bagi konsumen,” ujar Fajriyah. (dal/zul/fin)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: