Radartegal.com – Beringin kembar yang ada di Alun-alun Kidul Yogyakarta menyimpan mitos unik dan menarik. Bahkan mungkin sudah banyak masyarakat luar daerah sering mendengar cerita soal salah satu tempat wisata satu ini.
Mitos tentang beringin kembar di Alun-alun Kidul Yogyakarta sudah menjadi bagian kepercayaan masyarakat lokal turun temurun. Bahkan sudah jadi budaya lokal yang memang memiliki cerita unik.
Mitos beringin kembar di Alun-alun Kidul Yogyakarta sudah begitu melekat. Menariknya, mitos ini menambah daya tarik tersendiri untuk tempat ini di mata pengunjung.
Berikut pembahasan seputar mitos beringin kembar di Alun-alun Kidul Yogyakarta. Salah satunya konon bisa jadi penolak bala!
BACA JUGA: 8 Mitos dan Pantangan Mendaki Gunung Lawu yang Tidak Boleh Disepelekan
BACA JUGA: Mitos Telaga Remis Cirebon yang Konon Asalnya dari Air Mata Pangeran
Sederet mitos pohon beringin kembar di Alun-alun Kidul Yogyakarta
Pohon beringin kembar bukan hanya menjadi ikon kota, namun juga memiliki cerita tertentu yang sudah dipercaya dari generasi ke generasi. Berikut beberapa diantaranya.
1. Tradisi Masangin
Mitos terkenal tentang beringin kembar di Alun-alun Kidul Yogyakarta ini menyangkut soal tradisi masangin. Tradisi ini dilakukan dengan berjalan di antara dua pohon namun kondisi mata tertutup.
Jika berhasil melewati kedua pohon dengan kondisi mata tertutup, diyakini segala harapan dan keinginannya bisa terkabul. Tidak sedikit warga lokal sampai wisatawan datang kesini untuk mencoba peruntungan mereka.
2. Pintu Gerbang ke Dunia Lain
Selain tradisi masangin, pohon beringin kembar tersebut juga diyakini sebagai gerbang ke dunia lain. Tidak sedikit yang percaya bahwa kedua pohon ini menjadi gerbang ke laut selatan, yaitu tempat tinggal Nyi Roro Kidul.
BACA JUGA: Mitos Larangan Berbaju Merah di Curug Cikuluwung Bogor yang Bisa Bawa Petaka
BACA JUGA: 4 Mitos Populer Seputar Sungai Serayu, Nomor Satu Diluar Nalar!
3. Penolak Bala
Mitos beringin kembar di Alun-alun Kidul Yogyakarta lainnya yaitu dipercaya bisa menolak bala. Diceritakan, dulu tentara kolonial melewati kedua pohon ini dan kehilangan kekuatannya.
Tersebar luasnya cerita ini membuat masyarakat meyakini, bahwa siapapun yang berhasil berjalan di antara pohon tersebut dipercaya juga bisa menolak bala.